Menyapih adalah tentang Percaya

Neira dan kebiasaannya saat jalan-jalan — mengumpulkan daun.

Menyapih selalu menjadi hal yang menakutkan untukku. Banyak sekali hal yang aku khawatirkan. Bagaimana anakku tidur nanti? Bagaimana menenangkan dia ketika ia marah atau sedih atau sakit? Karena, selama 2 tahun 2 bulan ini, menyusu adalah cara utama Neira bisa tidur, dan tenang saat marah, sedih, atau sakit, terutama saat malam hari.

Suami terus bertanya, “kapan kamu mau menyapih Neira? Ini sudah 2 bulan lebih dari target. Pasti ada alasannya kenapa menyusu itu waktunya hanya 2 tahun.” Aku tidak bisa menjawabnya karena aku rasa aku sendiri belum siap menguatkan diriku, dan juga belum menemukan caranya. Serius, tidak ada cara yang kutempuh untuk menyapih Neira.

Selain sounding. Sejak 1,5 tahun, Neira memang sudah di-sounding, dengan kalimat yang kira-kira bunyinya seperti ini, “Neira, nanti saat Neira 2 tahun, Neira berhenti mimikbobo (sebutan yang ia gunakan untuk menyusu) ya. Karena kalau sudah 2 tahun nanti, gizi di mimikbobo-nya udah gak cukup lagi untuk Neira. Neira, biar kenyang, harus makan dan minum yang banyak. Nanti, Neira mau makan apa sama mau minum apa, selama bukan yang gak sehat, insyaAllah Umma bikinkan atau belikan yaa.”

Lalu kalimat itu diulang-ulang, serta kami hitung mundur waktu penyapihannya, “waktunya 5 bulan lagi ya..” dan seterusnya. Dan ketika sudah lebih waktunya, aku bilang, “harusnya Neira udah berhenti mimikbobo nih. Gak cukup lagi untuk badannya Neira. Neira kan udah gede.”

Neira memang menyusu saat bangun tidur pagi dan siang, dan ketika akan tidur siang dan malam, sehingga menjadikan frekuensi menyusunya 3–4 kali sehari. Sejak proses sounding, semakin banyak Neira di-sounding, semakin susah dia untuk menahan keinginannya menyusu. Sehingga sulit sekali mengurangi frekuensinya.

***

Sampai di bulan Juli 2022, di mana Neira malas makan dan memilih untuk mimikbobo saja. Aku mulai berpikir kalau ada yang salah. Apalagi suami menunjukkan istri kawannya yang sudah berhasil menyapih, yang mana anaknya lebih muda dari Neira. Di situ titik di mana aku mulai menguatkan diri sendiri.

Tanggal 23 Juli 2022, hari Sabtu, aku bilang pada suami, “A, aku mau menyapih minggu depan tanggal 30 Juli. Bantuin, ya.”

Suami bertanya, “Kenapa gak besok aja?”

Aku bilang, “Aku belum siap.”

Dia pun akhirnya mengiyakan, berusaha memahami kalau istrinya butuh waktu yang cukup lama. Dia pun memberi usul agar selama seminggu tersebut Neira diberikan sounding lebih intens dan dikurangi frekuensinya secara bertahap.

Setiap hari rasanya aku gugup. Rasanya tidak mungkin aku melakukannya begitu saja mengandalkan kekuatan diriku dan usaha suami. Akupun lalu berdoa, setiap hari, “Ya Allah, aku gak bisa melakukannya tanpa campur tangan Engkau. Mudahkan ya Allah, mudahkan. Buat semuanya mudah, mudah untuk aku, Arya, terutama Neira.”

***

Tiba saat hari Jumat tanggal 29 Juli, aku bertarget waktu menyusunya hanya di malam hari saat mau tidur saja. Jumat siang, Neira sudah mengantuk sekali. Tapi setiap dia bertanya, “mimikbobo?” Aku menjawab, “Gak ya Neira. Nanti malam terakhir.”

Diberikan respon seperti itu, awalnya ia menunda tidurnya. Seperti mengatakan, ‘daripada gak mimikbobo, mending gak tidur’ begitu 😂. Tiba waktu di mana dia sudah mengantuk betul, aku tetap katakan, “nanti malam mimikbobo terakhir ya Neira. Sekarang gak mimik yaa.”

Neira lalu menangis sejadi-jadinya, memeluk mimikbobo-nya. Aku pun tidak kuat menahan rasa sedihku, sehingga akupun ikut meneteskan air mata. Tangisan Neira seolah-olah mengatakan bahwa dia sedih sekali berpisah dengan sahabat terbaiknya 🥲. Persis seperti perkataan kakakku: “Proses penyapihan akan menjadi perpisahan pertama yang akan dialami Neira.” Karenanya, akupun tidak kuat menahan haru. Tapi akhirnya, sambil kami berpelukan, Neira berhasil tidur siang tanpa mimikbobo.

Jumat malamnya, ketika Abahnya bisa menemani Neira, Abah mengulangi sounding-nya pada Neira, “Neira, sekarang mimikbobo terakhir yaa. Sok, dipuas-puasin, dadah-dadah, mulai besok udah gak mimikbobo yaa.” 

Neira, yang setiap tidur harus bersama boneka kelincinya Si Cici, tanpa disangka mengatakan, “Cici, ayo bilang, dadah mimikbobo.” Aku tertawa sekaligus terharu 🥲

Hari Sabtu malam, ketika kuajak tidur, Neira berkata, “mau timun.” Setelah menghabiskan timunnya (yang ia habiskan dengan melamun melihat bintang di luar jendela, sungguh momen yang sangat sentimentil), ia pun meminta minum. Ketika ia mengantuk, ia pun mengatakan, “Polok (peluk),” pertanda dia ingin dipeluk, dan ia pun tidur di pelukanku. Begitulah hari Sabtu tersebut berjalan lancar, tanpa drama dan tanpa tangisan Neira. Begitu pula esok dan esoknya, hingga sekarang, hampir 2 minggu sejak Sabtu tanggal 30 Juli 2022.

Aku dan Arya takjub menyaksikan Neira. Dengan kuatnya ia menahan keinginannya mimikbobo untuk tidur. Itu adalah determinasi terkuatnya. Arya berdecak kagum, “Aku bangga sekali dengan Neira. Bahkan orang dewasa pun sulit untuk bisa menahan nafsunya. Neira berhasil menahan nafsu pertamanya.”

Minggu subuh ketika Neira bangun, dan hanya minta dipeluk untuk tidur lagi, aku bangun dan menangis sejadi-jadinya. Aku menangis karena ternyata berpisah DBF itu juga membuatku sedih dan terharu. 

***

Ya. Selain aku yakin kemudahan proses ini adalah jawaban dari doaku, juga suatu pelajaran penting bahwa kadang anak hanya perlu dipercaya, karena sebetulnya ia mampu. Dipikir-pikir, sebetulnya tidak perlu cara-cara seperti memberikan rasa pahit saat anak menyusu, atau sesederhana mengganti menyusu direct breastfeeding (DBF) dengan menyusu di botol dot atau memberikan empeng. Anak itu mampu, orangtua hanya perlu memberikan pengertian, berdoa, dan percaya.

Aku teringat pada perkataan ibu kos Arya dulu di Rotterdam, “Menyapih itu biasanya yang sedih ibunya. Karena itu momen pertama anak menunjukkan independensinya.” Persis sekali. Ternyata aku senang ketika anak bergantung padaku.

Dan ini pelajaran untukku juga, bahwa anakku bukan punyaku. Ia adalah titipan, titipan dari Allah. Allah menitipkan Neira padaku untuk aku rawat, aku didik, sebelum akhirnya ada saatnya ia mandiri, berusaha sendiri, memiliki kehidupan sendiri.

MasyaAllah Tabarakallah. Alhamdulillaahilladzii bini’matihii tatimusshalihaat.

Comments

Popular Posts