Satu Tahun Empat Bulan

Halo, goedemorgen! Selamat pagi dari saya yang menulis ini saat jam 9 pagi di Eindhoven.

Pagi ini tiba-tiba rasanya aku perlu memencet tombol pause sejenak dari kehidupan dan menulis sebentar. Terlalu banyak hal yang ada di kepala ini! Lagi-lagi, blog menjadi caraku menguraikan benang kusut di kepalaku.

Di bulan Februari ini tercatat aku sudah menjalani sebelas bulan di Eindhoven, setelah sebelumnya 5 bulan di Helmond, jadi total satu tahun empat bulan di Belanda ini. Pindah ke Belanda ini adalah pertama kalinya aku merantau lama setelah 22 tahun hidup di Bandung (lahir dan tinggal di Garut sampai umur 5 tahun). Rasanya gimana? Nah, di postingan inilah rasanya saya akan menceritakan rasanya gimana tinggal di Belanda selama ini.

***

 Hal yang sekarang kurasakan adalah:

1. Kesepian.

Asli. Segitupun aku harusnya bersyukur karena ke sini bersama suami dan anak.

Tapi jujur, kehidupanku yang selalu ditemani banyak teman yang seumur, sefase, sekebangsaan (ceileh), sekufu (bisa dibilang), jadi terasa hampa banget di sini. I have to struggle very hard with my loneliness because it is very difficult to make friends here! Friends yang beneran friends, ya. Kenalan ya banyak banget lah.

Orang Indonesia di sini udah punya gengnya masing-masing. Profilku sebenarnya adalah mahasiswa S2 (walaupun online) beranak satu. Nah, kalau yang sama banget kondisinya, itu kan gak ada ya. Adanya yang mahasiswa S2 aja (tanpa anak), atau yang ibu rumah tangga aja. Teman-temanku orang Indonesia yang bisa kucurhatin terus ada sih, 3 orang. Tapi kan gitu ya, mereka mungkin gak relate-relate amat, paling ya mendengarkan dengan sopan aja. Salah satunya ada yang profilnya sama persis denganku, tapi udah lewat fasenya. Maksudnya, anak-anaknya udah gede dan dia pun udah mapan banget di sini. Overall dengan circle-ku ini aku juga udah bersyukur banget sih. Tiap pulang dari rumah mereka selalu happy!

Kalau teman yang bukan orang Indonesia gimana? Ada juga sih. 

Pertama, aku ikut komunitas para spouse dari pekerja TU/e (pegawai atau PhD). Tujuan si komunitas ini memang untuk memberdayakan para spouse dan membuat mereka feel at home di hutan belantara, atau lebih tepatnya, reruntuhan pabrik Eindhoven ini. They are super nice. Aku temenan banget sama ketuanya, nice friendly young woman from Nepal. Kendalanya adalah, sulitnya menyesuaikan jadwalku dengan jadwal mereka. Tapi, kalau udah catch up emang seneng dan fulfilling banget!

Kedua, teman-teman sekelasku dari kelas master ya. Kalau itu aku belum bisa bilang mereka teman sih. Karena, ya, ketemu via online aja.

2. Merasa bersalah.

Well, perasaan ini muncul karena kesalahanku (yaiyalah). Di satu sisi, aku suka banget kuliahku. Kayak, merasa tercukupi aja kebutuhan untuk belajar hal yang aku suka. Jujur, karena kuliah ini aku jadi less cranky dibanding sebelumnya. 

Tapi di sisi lain, aku merasa bersalah karena I'm like abandoning my daughter. Dia aku kasih screen time selama jamku belajar, yaitu 4 jam sehari. Kalau aku belajarnya lebih lama, ya lebih banyak juga screen timenya.

Dan entah kenapa karena screen timenya yang panjang itu, banyak kemampuannya yang decline gitu. Dulu dia suka banget banget banget baca. Sekarang buku itu jadi mainan kesekian, ke sepuluh kayaknya. Not her favourite thing anymore. Sekarang juga kalau diajakin main ke taman jadi lebih cepet capek. Kalau untuk perkembangan bahasa, aku gatau sih, kayaknya dia gak bisa dikategorikan speech delay. Tapi ya itu, bahasanya jadi campur-campur. Terus barusan aja dia bilang kalau dia lebih suka pakai bahasa Inggris. Padahal pas aku pertama kali ke posyandu sini, diingetin sama susternya, bahasa Inggris adalah bahasa terakhir yang diajarkan di sini, setelah memastikan anaknya fasih mother languagenya dan Dutch. Karena bahasa Inggris itu gampang! Lah ini, belum lancar-lancar banget bahasa Indonesia, dan baru aja diajarin Dutch di kelas, sekarang malah milih lebih pengen pake bahasa Inggris. Adokkkhhhh makkkkk pusing banget ini kepalaku sampai sakit mikirinnya.

3. Cemas.

Kalau ini karena ada hal-hal spesifik yang akan terjadi ya. Karena di pertengahan bulan depan aku akan mengikuti kegiatan dari kampus, jadi aku mesti ke Wageningen selama 2 minggu penuh.

Aku pusing banget mencemaskan gimana nanti makanan Neira, apakah aku bisa main sama Neira atau gak di hari-hari itu, dll.

Belum lagi memikirkan tugas-tugasnya selama di sana. Aaaaakkkkhhhhh.

4. Kedinginan.

Banget. Matahari munculnya ganti-gantian, seminggu ga ada, seminggu lagi ada, gitu aja terus. Minggu ini lagi ga ada huhu capek banget jadinya rasanya. Mau pake heater juga listrik gas mahal. Tengah bulan Februari ini kata suami juga pemakaian listrik udah kelewat batas. Masalahnya saya kalau kedinginan jadi gak karuannnnnnn.


Cloudy-nya kayak begini setiap hari. Matahari oh matahari di mana kauuuuuu

***

Tiga hal ini sudah menghantuiku setiap hari. Akibatnya sekarang aku jadi males masak (karena menurutku di kegiatan memasak itu I have to put a lot of effort), malesss ngapa-ngapain pengennya tiduran terus, constantly searching things to make me happy and content. Selama ini yang paling berhasil ya denger ceramah dan ngikut kelas agama. Tapi ya, aku tau, selama akar masalahnya belum diberesin, aku akan terus merasa hal-hal di atas. Tapi jujur aku gak tau gimana caranya sih. Selama ini yang paling works adalah kerjasama sama suami. Qadarullah sekarang suami lagi sibuk-sibuknya jadi aku juga gak tega.

***

Yah gitu aja. Semoga ada jawaban dari kepusingan-kepusingan ini deh. Semoga matahari cepet muncul lagi. :'( Maaf gak bisa share hal yang bermanfaat huhu. Doe-doeiiii~

Comments

Popular Posts