Novel Kita Ep.1
niih aku post episod pertamanya, tapi ingat, buat yang berikutnya ga janji yee. heheh. maaaaf pisan kalo jelek buatnya buru" euy. hehe
Could you know my name..
If I saw you in heaven..
Could it feels the same..
If I saw you in heaven..
:: to be continued..
BAB I
Minggu Pertama di Oxford
Minggu Pertama di Oxford
Could you know my name..
If I saw you in heaven..
Could it feels the same..
If I saw you in heaven..
Cole memetik gitarnya pelan-pelan.Kepalanya menengadah ke atas. Ia teringat Rish, Mom, dan Dad, juga Steve dan Jess. Baru seminggu ia di Oxford, tapi rasanya sudah setahun ia tak bertemu mereka. Padahal sejak dulu ia selalu memimpi-mimpikan berada di kota tua ini.
Ia tinggal di sebuah apartemen yang cukup bagus di tengah-tengah Cowley Road, Oxford. Kamarnya cukup besar untuk anak yang baru lulus SMA, dengan dua buah kamar tidur, dua kamar mandi, satu dapur, satu ruang makan, dan satu ruang rekreasi. Tapi sekarang semuanya masih berantakan. Ia enggan merapikan kamar sebelum Mom mengirim barang-barang kesayangannya.
Sungguh, tak ada yang menyangka ia akhirnya dapat berada di sini. Bayangkan, anak laki-laki yang tergila-gila dengan bandnya sendiri, setiap hari berada di studio, dan tak pernah kelihatan membuka buku juga mengerjakan buku-buku soal, dapat menembus UGM dengan nilai sempurna dan mendapat beasiswa ke Oxford. Tak ada yang menyangka bahwa ia adalah jenius hukum. Dan kemampuannya baru diketahui orang-orang di sekitarnya dua minggu sebelum ujian saringan masuk UGM.
Senin lusa adalah kuliah pertamanya di St. Cross College, University of Oxford. Hari ini adalah hari Sabtu. Itu berarti dua hari lagi menuju hari Senin dan ia masih ada waktu untuk melihat-lihat Oxford. Semua keperluan administrasinya sudah diurus, jadi ia bisa tenang-tenang mengitari kota Oxford sesuka hatinya. Dengan cepat ia lepaskan gitar dari pelukannya dan segera menyambar sandal jepitnya menuju lobi bawah. Untunglah ini masih musim panas, jadi ia tak perlu repot-repot mengambil jaket dan syal.
Wow. Inggris memang menyenangkan. Walaupun Cole sendiri berdarah Indo, namun tak bosan-bosannya ia memperhatikan orang-orang bule itu berjalan ke sana kemari. Mobil-mobil yang tak pernah ia temukan di Indonesia berlalu lalang menyusuri jalan-jalan Oxford. Tata kotanya pun sangat rapi dan menarik. Kiri kanan berjejer restoran dan toko-toko. Yang paling Cole sukai adalah kotak telepon umum berwarna merah khas Inggris dan lampu jalan bergaya Eropa.
Entah kenapa tiba-tiba ia berhenti di depan toko DVD. Ia memperhatikannya sebentar, lalu masuk. Bunyi gemerincing terdengar saat pintu dibuka.
Ia berjalan seraya memperhatikan satu-satu DVD yang mungkin akan ia beli. Namun, perhatiannya tiba-tiba teralih oleh seorang perempuan di etalase seberang. Perempuan itu cantik sekali. Rambutnya coklat terurai. Ia pun memakai kardigan merah dengan rok kotak-kotak merah hitam. Ia sangat cocok memakainya, karena kulitnya sungguh putih mulus. Kelihatannya ia campuran Asia, seperti Cole.
Cole memperhatikannya dengan seksama. Menarik sekali perempuan ini, pikirnya.
Ia tinggal di sebuah apartemen yang cukup bagus di tengah-tengah Cowley Road, Oxford. Kamarnya cukup besar untuk anak yang baru lulus SMA, dengan dua buah kamar tidur, dua kamar mandi, satu dapur, satu ruang makan, dan satu ruang rekreasi. Tapi sekarang semuanya masih berantakan. Ia enggan merapikan kamar sebelum Mom mengirim barang-barang kesayangannya.
Sungguh, tak ada yang menyangka ia akhirnya dapat berada di sini. Bayangkan, anak laki-laki yang tergila-gila dengan bandnya sendiri, setiap hari berada di studio, dan tak pernah kelihatan membuka buku juga mengerjakan buku-buku soal, dapat menembus UGM dengan nilai sempurna dan mendapat beasiswa ke Oxford. Tak ada yang menyangka bahwa ia adalah jenius hukum. Dan kemampuannya baru diketahui orang-orang di sekitarnya dua minggu sebelum ujian saringan masuk UGM.
Senin lusa adalah kuliah pertamanya di St. Cross College, University of Oxford. Hari ini adalah hari Sabtu. Itu berarti dua hari lagi menuju hari Senin dan ia masih ada waktu untuk melihat-lihat Oxford. Semua keperluan administrasinya sudah diurus, jadi ia bisa tenang-tenang mengitari kota Oxford sesuka hatinya. Dengan cepat ia lepaskan gitar dari pelukannya dan segera menyambar sandal jepitnya menuju lobi bawah. Untunglah ini masih musim panas, jadi ia tak perlu repot-repot mengambil jaket dan syal.
Wow. Inggris memang menyenangkan. Walaupun Cole sendiri berdarah Indo, namun tak bosan-bosannya ia memperhatikan orang-orang bule itu berjalan ke sana kemari. Mobil-mobil yang tak pernah ia temukan di Indonesia berlalu lalang menyusuri jalan-jalan Oxford. Tata kotanya pun sangat rapi dan menarik. Kiri kanan berjejer restoran dan toko-toko. Yang paling Cole sukai adalah kotak telepon umum berwarna merah khas Inggris dan lampu jalan bergaya Eropa.
Entah kenapa tiba-tiba ia berhenti di depan toko DVD. Ia memperhatikannya sebentar, lalu masuk. Bunyi gemerincing terdengar saat pintu dibuka.
Ia berjalan seraya memperhatikan satu-satu DVD yang mungkin akan ia beli. Namun, perhatiannya tiba-tiba teralih oleh seorang perempuan di etalase seberang. Perempuan itu cantik sekali. Rambutnya coklat terurai. Ia pun memakai kardigan merah dengan rok kotak-kotak merah hitam. Ia sangat cocok memakainya, karena kulitnya sungguh putih mulus. Kelihatannya ia campuran Asia, seperti Cole.
Cole memperhatikannya dengan seksama. Menarik sekali perempuan ini, pikirnya.
:: to be continued..
Comments
Post a Comment