Lirik Artikel "Jatropha Expedition 2006" & Kerja Praktek

Hi guisee! Selamat Selasa malam!

Selasa malamku kali ini berbeda dari selasa malam-selasa malam sebelumnya, karena kali ini selasa malamku di kosan. Delia Rahma ini pertama kali ngekos dalam hidupnya, setelah sebelumnya gak pernah jauh dari ibunda dan ayahanda tercinta. Untuk apa Delia Rahma ngekos? Delia Rahma ngekos karena sedang Kerja Praktek di suatu pabrik etanol yang berlokasi di Desa Kemiri, Kecamatan Kebakkramat, Karanganyar, dekat Solo. Selasa malam ini adalah hari ke-8 aku berada di kosanku yang kecil dan hangat (terlampau hangat --> panas) ini.

Jadi, emmm rasanya banyak sekali hal yang ingin aku tuangkan di sini, yaitu sedikit tentang artikel yang kubaca dan kerja praktekku (walau keduanya gak nyambung, maap). Anyway, let's get into it~

---

PERTAMA.

Istilah-istilah biodiesel, biosolar, dan bahan bakar lain yang bersumber dari bahan baku bio, bukan lagi menjadi hal asing di Indonesia. Isu mengenai bioenergi ini emerging karena adanya kenyataan mengenai tingginya harga minyak bumi di pasar dunia (yang akan terus meningkat) dan menipisnya cadangan pada sumur minyak dalam negeri. Penemuan dan penelitian yang telah lama dilakukan memiliki satu harapan: munculnya sumber energi alternatif sehingga ketergantungan manusia terhadap bahan baku fosil lama-kelamaan hilang.

Salah satu usaha dari pihak akademisi untuk menguji coba dan memasyarakatkan bahan bakar bio ini saya temukan di salah satu advertorial Majalah National Geographic Indonesia edisi September 2006 "Jatropha Expedition 2006: Ekspedisi Pembuktian (Atambua-Denpasar-Bandung-Jakarta)". Jatropha curcas (jarak pagar) di sini akan diuji coba kapabilitasnya dalam menjadi bahan bakar dalam tiga mobil Strada Double Cabin yang akan menempuh jarak sejauh 3.024 km dari Atambua, Nusa Tenggara Timur, hingga Jakarta.

Minyak jarak, yaitu minyak yang dari perasan biji jarak, mulai diyakini sebagai salah satu bahan baku yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Selama ini, jarak pagar tidak pernah diusahakan secara khusus untuk keperluan apapun. Tanaman ini mampu beradaptasi dengan lahan dan iklim di Indonesia, bahkan dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah hujan lebih kecil dari 500 mm/tahun, pada lahan marjinal dan pada lahan kritis (luas lahan kritis di Indonesia mencapai lebih dari 20 juta hektar pada tahun 2006).

Minyak jarak memiliki kandungan Free Fatty Acid (FFA) yang terbilang tinggi (yang menghalangi konversi trigliserida menjadi metil ester/biodiesel), dengan kadar air sekitar 700 ppm, yang menyebabkan minyak jarak terlalu kental dan tidak mudah terbakar. Metanol dipakai untuk penghilang FFA dan pengubah trigliserida menjadi metil ester untuk nantinya akan dipakai sebagai bahan bakar. Penambahan metanol ini juga akan mengurangi kekentalan minyak jarak, sehingga minyak jarak yang lebih encer akan lebih mudah terbakar. Namun, sayangnya, penggunaan metanol pada hasil perasan biji jarak untuk menghilangkan FFA, menurut Dr. Robert Manurung, Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi ITB, juga dapat menghilangkan banyak sekali keuntungan jarak.

Pada tahun 1997, Bapak Robert pun mulai mencari cara bagaimana agar jarak dapat dipakai sebagai pengganti solar tanpa mencampurnya dengan metanol. Lalu pada pertengahan tahun 2003, Bapak Robert dan timnya berhasil menciptakan alat yang mampu memisahkan FFA dan menekan kandungan air dalam minyak jarak sampai ambang batas minimal (untuk digunakan di mesin-mesin industri) tanpa penambahan zat apapun ke dalamnya. Terciptalah Pure Jatropha Oil (PJO), dengan kadar FFA hanya 0,3 persen dengan kadar air sampai serendah 70 ppm. Terendah di dunia, dan tanpa penambahan zat apapun.

PJO ini pun diuji pada mesin genset selama 100 jam nonstop dan menunjukkan kinerja mesin yang memuaskan. Lalu, bagaimana jika pengujian ini dilakukan pada mesin diesel dinamis pada kendaraan?

Jadilah pihak National Geographic Indonesia menawarkan kerjasama pada Bapak Robert dan ITB untuk menguji penemuannya pada sebuah ekspedisi, didukung oleh BioChem Prima International, PT. Mitsubishi, PT. Agraprana, PT. PLN, PT. Perkebunan Nusantara, PT. Wartsila Indonesia, PT. Trakindo Utama, dsb. 

Saat Tantyo Bangun, penulis artikel tersebut pertama kali bertemu dengan Bapak Robert Manurung, Bapak Robert mengatakan padanya mengenai keprihatinannya akan potensi minyak jarak murni sebagai bahan bakar nabati yang kerap kali diabaikan, "Struktur kimia minyak jarak ini sudah sangat baik, jadi tidak usah dimodifikasi lagi, hanya perlu dimurnikan saja untuk bisa menggantikan minyak solar di masa krisis energi ini."

Selain itu, Bapak Robert berkomentar mengenai emisi yang ditimbulkan oleh PJO ini,"Seluruh bahan bakar nabati emisinya secara total kecil. Karbon yang berada di minyak nabati didaur dari atmosfer bumi yang diserap oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis, sehingga ia tidak menambah emisi karbon di atmosfer seperti yang dilepaskan oleh pembakaran bahan bakar fosil."

PJO yang digunakan dalam ekspedisi tersebut tidak hanya bisa dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, tetapi bisa pula untuk kebutuhan rumah tangga. Beberapa kompor, genset, dan pembangkit listrik yang dipakai untuk mendukung ekspedisi ini juga menggunakan PJO ini.

Sampai akhir, seluruh mobil-mobil uji coba menunjukkan kinerja mesin yang memuaskan, walaupun salah satu mobil tidak dapat melanjutkan dikarenakan terkena tabrakan beruntun saat di perjalanan. Euforia tanaman jarak pagar ini harus diiringi dengan kearifan: penanaman tetap diutamakan di lahan kritis, bukan di lahan produktif. 

Salah satu foto pada artikel tersebut - Bapak Robert sedang menerangkan minyak jarak kepada Presiden
---

Hal di atas itu, seperti yang telah disebutkan, adalah ringkasan dari artikel yang saya tiba-tiba temukan saat beres-beres lemari buku rumah hampir setahun yang lalu. Since I found it's so amazing, I kept it opened on my desk, and read it everytime I feel so frustate with my studies. Hehe.

Masih dengan serba-serbi energi: jika hal yang di atas menyinggung sekelumit mengenai biodiesel, hal di bawah akan menyinggung sekelumit mengenai bioetanol. Mungkin akan sedikit berbau advertorial, tapi gak ada salahnya sedikit berbagi kali yaa. Check this out.

---

KEDUA.

Alhamdulillah aku diberi kesempatan untuk melakukan kerja praktek di PT. Indo Acidatama Tbk. Dimulai dari proses yang sangat dibantu oleh teman satu tempat kerja praktekku, Dita, permohonan izin pada Mama (sungguh walaupun masih di Pulau Jawa tapi ini adalah proses yang sangat sulit untukku!), lalu pencarian tempat kost, dsb dsb, duduklah saya di sini, di kosan yang hanya sekitar 30 meter jauhnya dari tempat kerja. Walaupun tidak dapat akomodasi dan fasilitas yang melimpah seperti yang kudengar dari beberapa temanku di tempat kerja prakteknya, walaupun letaknya tidak dekat dari tempat wisata, kota, bahkan kedai atau pasar, walaupun anak-anak PKL termasuk aku tidak boleh ikut membantu proses yang berjalan di pabrik, walaupun pabrik ini baunya minta ampun dengan aroma gula dan asam, tapi ilmu yang diberikan saat proses pembelajaran - yang baru berjalan seminggu ini - membuat aku sangat bersyukur bisa kerja praktek (dan merecoki para bapak-bapak karyawan) di tempat ini.

Perusahaan ini adalah perusahaan yang memproduksi etanol, asam asetat, etil asetat (3 produk utama), pupuk, dan dekomposer dalam sekali siklus produksi, dengan molasse (tetes tebu) sebagai substrat utama.

(Aku ingat pernah membaca artikel di Koran Pikiran Rakyat yang berhubungan dengan energi dari tebu (tentang ampas tebu/bagasse yang dapat dibakar untuk menghasilkan listrik) yang aku ulas di link ini pada 10 Agustus 2012 (hampir 3 tahun yang lalu), dan surprisingly, tahun ini aku menemukan hal yang - bisa dibilang - gak jauh-jauh dari objek tanaman tebu ini.)

PT. Indo Acidatama Tbk. membeli tetes tebu (sisa ekstrak tebu yang sudah tidak terkristalisasi menjadi gula putih, yang biasanya dijadikan brown sugar) dari pabrik gula yang ada di beberapa daerah di Indonesia, yang notabene sudah banyak yang tua dan kandungan gulanya masih banyak. Gula dalam tetes tebu ini lalu difermentasi menjadi etanol 96,5 % bV, dengan kapasitas per tahunnya mencapai 50.000 kiloliter pada tahun 1988 dan meningkat hingga sekitar 120.000 kiloliter pada tahun 2014-2015. Sebagian etanol lalu dioksidasi menjadi asam asetat dengan kapasitas per tahunnya mencapai 16.500 ton per tahun pada tahun 1994. Sebagian asam asetat ini lalu direaksikan dengan etanol sehingga menghasilkan etil asetat, dengan kapasitas per tahunnya mencapai 7.500 ton per tahun pada tahun 1988 (dan semakin meningkat sampai saat ini). Tidak berhenti di situ, sisa dari fermentasi yang berupa sludge (lumpur yang terdiri dari endapan sel-sel ragi yang rusak), sebagian diproses dengan bakteri melalui anaerobic digestion sehingga menjadi biogas (yang akan menjalankan boiler untuk proses produksi produk-produk utama) dan sebagian lagi diproses dengan bakteri sehingga menjadi pupuk dan dekomposer yang lalu dikemas dengan merk-merk dagang tertentu. Karbon dioksida hasil reaksi fermentasi gula menjadi etanol sebagian dibuang ke udara, dan sebagian lagi masuk ke dalam pemrosesan minuman bersoda (berkarbonasi) yang dikelola oleh anak perusahaan PT. Indo Acidatama, PT. Sama Mandiri.

Aku dan rekan KP-ku Dita, ditempatkan khusus pada unit fermentasi, dan kami mengamati data-data pada proses fermentasi, mulai dari seeding ragi (pembenihan jasad ragi), perkembangbiakan ragi, dan fermentasi. Kami sendiri belum beruntung mengamati proses karena pemulaian dan pemberhentian process running seringkali dilakukan pada malam atau dini hari. Kami pun belum beruntung mengamati analisis sampel karena belum mendapatkan izin dari bapak pembimbing lapangan, Pak Beny, untuk masuk ke dalam laboratorium. 

Sejauh ini kami masih dicekoki mengenai hal-hal teknis yang mereka lakukan, seperti bagaimana agar mereka tidak mengalami loss molasse yang begitu banyak saat pengangkutan dari pabrik gula, reaktor apa yang digunakan pada proses produksi asam asetat dan etil asetat, apa yang mempengaruhi tingkat impurity pada proses fermentasi dan bagaimana cara mengatasinya, bagaimana alur produksi, data-data pada neraca massa dan panas, laju alir pompa, bagaimana efisiensi produksi ditingkatkan semaksimal mungkin, seperti banyak limbah yang didaurulang dan diputar lagi menjadi umpan, dll. 

Banyak tantangan yang perusahaan ini hadapi, terutama dalam menghadapi pasar global dan mempersiapkan diri dalam menyambut MEA di tahun mendatang. Pak Beny mengakui bahwa produk yang mereka produksi sudah tidak lagi merajai tapak industri bahan kimia Asia seperti di tahun-tahun sebelumnya, dikarenakan produk-produknya yang mulai disaingi oleh perusahaan lain. Untuk kembali memenuhi permintaan pasar, di tahun berikutnya mereka berencana untuk meningkatkan kemurnian etanol dari 96,5 % bV menjadi 99,5 % bV, agar etanol yang mereka produksi juga dapat memenuhi permintaan pasar yang berasal dari sektor energi.


Karena tidak boleh menyalakan HP di dalam pabrik, jadi inilah kami: Aku dan Dita, di depan pabrik


---

Yap, itulah dia cerita tentang KP-ku - which still have another 3 weeks to find out things -  dan sekelumit tentang minyak jarak murni.

Ditunggu diskusinya juga cerita dari temen-temen (khususnya yang lagi KP/PKL/magang/internship juga)!

Comments

Popular Posts