Austria (1)
Hi guys! Aku kembali dengan banyak kejutan kali ini, yakni.... *jeng jeng jeng* liputan langsung dari Vienna, Austria! Excited? Excited?
Ha haa, lebay jugak sih. Ini catatan perjalanan aku ke-5 ya. Dan rencananya ini bakal jadi jurnal perjalanan BENERAN, gak kayak kemaren yang akhirnya berakhir di cerita foto-foto... Tidak akan terjadi lagi saudara, tidak akan. Cerita baru foto-foto, bukan foto-foto baru cerita. Deal?
Selain emang direncanain, ini juga permintaan dari teman-temanku, serta didukung perasaan bersalah atas kabur dari Bandung di mana harusnya aku ikut diospek dengan manis... Maafkan aku teman-teman, maafkan aku ._. Dan aku disuruh membayar dengan cerita dan, of course, oleh-oleh (bukan gunting kuku, bukan gantungan kunci, bukan juga magnet kulkas -_-). Yah I feel guilty too friends :'(
---
DAY 1
Aku sudah siaga dan waspada di rumah sejak sehabis waktu dzuhur, kalau-kalau sifat panik ayahku yang selalu kambuh kalau kami akan pergi jauh muncul. Kami lalu berangkat pukul 2 siang dengan tujuan Cengkareng, dengan sebelumnya harus menjenguk omku yang sakit dan mengambil titipan di teman ibuku di Jakarta. Kami tiba di bandara pukul setengah 10 malam.
Check-in mengambil waktu sejam lamanya, dan kami free sejak pukul setengah 11 malam, menunggu lepas landas pukul 1 malam dimana kami harus mulai masuk pesawat pukul 12 malam.
Di sela-sela free time, aku duduk di tempat duduk kosong. Lalu ada dua orang bapak-bapak duduk di kanan-kiriku. Mereka tampak sebaya dalam paruh bayanya.
"Adek lansia?" tanya salah seorang dari mereka. Aku mulai merasa bersalah karena aku baru sadar itu tempat duduk khusus lansia. Saat aku meminta maaf dan beranjak, yang satunya berkata, "eh tidak apa-apa dek, dia memang suka menyindir begitu tuh, bercanda dia. Duduk lagi saja," sambil terkekeh.
Mereka akhirnya berbincang-bincang dengan mengasumsikan aku sebagai pendengar. Dari pembicaraan itu, aku sadar bahwa mereka ini bukan orang sembarangan. Sebelah kiriku seorang ahli fisika bidang Power, sebelah kananku seorang pejabat dengan posisi penting. Mereka berdua akan menuju St. Petersburg untuk menghadiri malam penting, dan katanya presiden juga akan ada di acara itu. "Adek tau, orang sebelah kiri adek itu ahli fisika dan ahli bahasa. Kazakhstan, Uzbek, Chinese, France, banyak sekali dia bisa bahasa." "Walaah biasa saja toh, orang sebelah kanan adek ini, sudah pernah ke seluruh Indonesia, ke seluruh dunia. Anaknya sudah 30 tahun dan sekolah diluar negeri.." "Ya toh anakmu di Finlandia juga kan. Muda keliatannya dia itu 70 tahun loh dek." "Iya dia juga sudah 63 tahun tapi tidak kalah bugar kok." "Yaah kita semua tahu rahasia muda: cukup tidur dan jangan pikirken Golk*r, hahaha!" "Adek mau tahu tentang Pulau Derawan, atau Grujugan Sewu di Solo? Atau masjid utuh di Lhoknga? Saya tau ceritanya semuanya." "Adek kuliah toh? Jurusan apa? Oooo wah saya sangat tertarik dengan rekayasa biologi itu. Teman dekat saya penemu bakteri penghasil minyak, dia dapat dari Ujung Kulon dan sedang dikloning loh." "Kefir - tahu kefir? Kata Rasulullah itu adalah emas loh, sangat berharga." ...dan mereka terus berbincang-bincang. Rasanya aneh dicekoki berbagai informasi seperti itu, tapi di waktu yang bersamaan aku sangat excited dengan semua yang mereka ceritakan. Awal yang baik, mungkin?
Perjalanan pun ditempuh selama 7 setengah jam ke Doha, Qatar, transit di Doha selama 5 jam, dan dilanjutkan 6 jam ke Wina, Austria. 7 setengah jam pertama kuhabiskan dengan tidur, dan 6 jam ke Wina kuhabiskan dengan melalap habis novel Supernova yang pertama.
Take off kedua
Qatar from above (1)
Qatar from above (2)
Iseng
Vienna from above
Oh yeah, aku lupa menjelaskan maksud dan tujuan kami ke kota ini. Kami sekeluarga akan berada di Wina selama 26 hari untuk mengunjungi kakakku, suaminya, dan ketiga anaknya (dengan anggota terbaru: Abdullah). Setelah sebelumnya menyelesaikan studi di Melbourne, Bang Deni ditempatkan di Wina ini sebagai protokol pada setiap acara-acara kenegaraan. Mereka berencana akan menetap di Wina selama 4 tahun.
Sampai di Wina pada jam 2 siang waktu Wina, mereka menyambut kami dengan hangat. Kecuali para bayi-bayi, mungkin. Kakakku bilang mereka masih terlalu malu jika bertemu orang yang dianggap 'baru' bertemu.
Namun si manis Yaala ternyata sudah mempersiapkan sesuatu.
"Ini untuk cik odel"
Untu perbedaan waktu, Jakarta dan Wina berbeda 5 jam, Jakarta lebih cepat.
Tidak berapa lama setelah sampai di flat kakakku, seperti mabuk, aku terkapar di sofa kakakku sampai akhirnya terbangun tengah malam dan tak bisa tertidur kembali. Semoga tubuhku ini dapat beradaptasi lebih cepat, ya.
Ha haa, lebay jugak sih. Ini catatan perjalanan aku ke-5 ya. Dan rencananya ini bakal jadi jurnal perjalanan BENERAN, gak kayak kemaren yang akhirnya berakhir di cerita foto-foto... Tidak akan terjadi lagi saudara, tidak akan. Cerita baru foto-foto, bukan foto-foto baru cerita. Deal?
Selain emang direncanain, ini juga permintaan dari teman-temanku, serta didukung perasaan bersalah atas kabur dari Bandung di mana harusnya aku ikut diospek dengan manis... Maafkan aku teman-teman, maafkan aku ._. Dan aku disuruh membayar dengan cerita dan, of course, oleh-oleh (bukan gunting kuku, bukan gantungan kunci, bukan juga magnet kulkas -_-). Yah I feel guilty too friends :'(
---
DAY 1
Aku sudah siaga dan waspada di rumah sejak sehabis waktu dzuhur, kalau-kalau sifat panik ayahku yang selalu kambuh kalau kami akan pergi jauh muncul. Kami lalu berangkat pukul 2 siang dengan tujuan Cengkareng, dengan sebelumnya harus menjenguk omku yang sakit dan mengambil titipan di teman ibuku di Jakarta. Kami tiba di bandara pukul setengah 10 malam.
Check-in mengambil waktu sejam lamanya, dan kami free sejak pukul setengah 11 malam, menunggu lepas landas pukul 1 malam dimana kami harus mulai masuk pesawat pukul 12 malam.
Di sela-sela free time, aku duduk di tempat duduk kosong. Lalu ada dua orang bapak-bapak duduk di kanan-kiriku. Mereka tampak sebaya dalam paruh bayanya.
"Adek lansia?" tanya salah seorang dari mereka. Aku mulai merasa bersalah karena aku baru sadar itu tempat duduk khusus lansia. Saat aku meminta maaf dan beranjak, yang satunya berkata, "eh tidak apa-apa dek, dia memang suka menyindir begitu tuh, bercanda dia. Duduk lagi saja," sambil terkekeh.
Mereka akhirnya berbincang-bincang dengan mengasumsikan aku sebagai pendengar. Dari pembicaraan itu, aku sadar bahwa mereka ini bukan orang sembarangan. Sebelah kiriku seorang ahli fisika bidang Power, sebelah kananku seorang pejabat dengan posisi penting. Mereka berdua akan menuju St. Petersburg untuk menghadiri malam penting, dan katanya presiden juga akan ada di acara itu. "Adek tau, orang sebelah kiri adek itu ahli fisika dan ahli bahasa. Kazakhstan, Uzbek, Chinese, France, banyak sekali dia bisa bahasa." "Walaah biasa saja toh, orang sebelah kanan adek ini, sudah pernah ke seluruh Indonesia, ke seluruh dunia. Anaknya sudah 30 tahun dan sekolah diluar negeri.." "Ya toh anakmu di Finlandia juga kan. Muda keliatannya dia itu 70 tahun loh dek." "Iya dia juga sudah 63 tahun tapi tidak kalah bugar kok." "Yaah kita semua tahu rahasia muda: cukup tidur dan jangan pikirken Golk*r, hahaha!" "Adek mau tahu tentang Pulau Derawan, atau Grujugan Sewu di Solo? Atau masjid utuh di Lhoknga? Saya tau ceritanya semuanya." "Adek kuliah toh? Jurusan apa? Oooo wah saya sangat tertarik dengan rekayasa biologi itu. Teman dekat saya penemu bakteri penghasil minyak, dia dapat dari Ujung Kulon dan sedang dikloning loh." "Kefir - tahu kefir? Kata Rasulullah itu adalah emas loh, sangat berharga." ...dan mereka terus berbincang-bincang. Rasanya aneh dicekoki berbagai informasi seperti itu, tapi di waktu yang bersamaan aku sangat excited dengan semua yang mereka ceritakan. Awal yang baik, mungkin?
Perjalanan pun ditempuh selama 7 setengah jam ke Doha, Qatar, transit di Doha selama 5 jam, dan dilanjutkan 6 jam ke Wina, Austria. 7 setengah jam pertama kuhabiskan dengan tidur, dan 6 jam ke Wina kuhabiskan dengan melalap habis novel Supernova yang pertama.
Take off kedua
Qatar from above (1)
Qatar from above (2)
Iseng
Vienna from above
Oh yeah, aku lupa menjelaskan maksud dan tujuan kami ke kota ini. Kami sekeluarga akan berada di Wina selama 26 hari untuk mengunjungi kakakku, suaminya, dan ketiga anaknya (dengan anggota terbaru: Abdullah). Setelah sebelumnya menyelesaikan studi di Melbourne, Bang Deni ditempatkan di Wina ini sebagai protokol pada setiap acara-acara kenegaraan. Mereka berencana akan menetap di Wina selama 4 tahun.
Sampai di Wina pada jam 2 siang waktu Wina, mereka menyambut kami dengan hangat. Kecuali para bayi-bayi, mungkin. Kakakku bilang mereka masih terlalu malu jika bertemu orang yang dianggap 'baru' bertemu.
Namun si manis Yaala ternyata sudah mempersiapkan sesuatu.
"Ini untuk cik odel"
Untu perbedaan waktu, Jakarta dan Wina berbeda 5 jam, Jakarta lebih cepat.
Tidak berapa lama setelah sampai di flat kakakku, seperti mabuk, aku terkapar di sofa kakakku sampai akhirnya terbangun tengah malam dan tak bisa tertidur kembali. Semoga tubuhku ini dapat beradaptasi lebih cepat, ya.
Location:Gersthofer Straße,Vienna,Austria
Comments
Post a Comment