Austria (3)
DAY 6
Cuaca masih saja (sangat) dingin, namun sang awan kelabu mulai mengurangi intensitas tetes-tetes gerimis cantiknya. Kulit wajah dan bibirku mulai menunjukkan keluhan akan perubahan cuaca dan kekurangan asupan nutrisinya. Bibirku pecah-pecah, kulit wajah bahkan sekujur tubuhku mulai megar dan gatal-gatal saking keringnya. Austria, kata kakakku, memang bercuaca kering. Saat musim panas pun sudah kering, apalagi saat cuaca dingin.
Aku memaksa diriku bangun jam 6 pagi, lalu membantu kakak dan ibuku membereskan rumah, sarapan, mandi pagi, mengurus para kutil, dan yang lainnya.
Dibanding dua hari kemarin, cuaca hari ini lebih baik, seolah mempersilakan kami untuk keluar rumah. Ternyata si Kutil 1, Yaala, hari ini sekolah ("sekolah' hanya bahasa formalitas saja, ia bermain, menggambar, dan mewarnai). Kutil 2, Jilan, juga sekolah, namun ia memilih untuk meliburkan diri. Aku penasaran, seperti apakah sekolah mereka, namun lalu aku memilih untuk ikut menjemputnya saja. Yaala sekolah jam 9
dan jaraknya lumayan jauh. Lalu ibuku berkata bahwa banyak bahan yang harus dibeli di pasar, akhirnya kami sepakat sehabis kakakku mengantarkan Yaala, ia akan menunggu di halte bus dan kami semua
menyusul untuk pergi ke pasar, baru menjemput Yaala.
Oh ya, sebelumnya, aku lupa menunjukkan tempat kami tinggal.
(foto ini diambil bukan pada hari ini, tapi jauh sebelumnya)
Aku keluar bermodalkan sandal
jepit dan jaket abu. Asumsiku, cuaca hari ini takkan seburuk
kemaren. Lalu kulangkahkan kakiku keluar flat…. Brrr.... Seperti masuk kulkas -_- Gerimis masih turun, dan masih sangat dingin! Seketika aku langsung menyesal hanya memakai sendal jepit... Kulihat ramalan cuaca di ponselku, 13 derajat T_T Ini hari hujan saat summer, kebayang saat winter gimana?
Kami pun menyusul kakakku di halte, dan dia menertawakanku karena sandal jepitku. Katanya, siap-siap akan pandangan aneh dari semua orang karena mengenakan sendal jepit di saat yang lain lebih memilih boots.
Di Austria, sekali hujan, hujan terus. Matahari keluar menunjukkan tajinya (emang ayam) hanya pada saat summer, dan sering terhalang oleh hari hujan seperti ini. Makanya orang-orang di sini begitu menghargai matahari. Tahu mengenai daylight saving saat summer? Ya, kamu bisa lihat itu, misalnya dari Indonesia. Perbedaan waktu antara Austria dan Indonesia saat winter adalah 6 jam, sedangkan saat summer menjadi 5 jam. Itulah yang dinamakan daylight saving pada saat summer. Dan salah satu alasannya adalah: karena ingin menikmati matahari lebih lama... Tidak heran.
Setelah menjanjikan untuk meminjamkan mantelnya untuk hari-hari dingin ke depannya, kakakku mengajak pergi ke pasar sambil menunjukkan jalan. Pasar yang kami datangi terlihat seperti pasar orang Turki, dan semuanya inshaAllah halal.
Selesai belanja, kami mampir ke sebuah kedai kebab dan membeli durum. Durum itu makanan yang kalo di Indonesia disebut kebab, dengan roti
putih dan di dalamnya diisi daging diiris-iris terus digulung. Kebab itu harusnya pake roti
bulet (kaya roti burger tapi bukan). Lalu kakakku memesan Ayran. Ia bilang itu yoghurt, dan saat kucoba sendiri... Seketika aku mengheningkan cipta. Rasanya unik... seperti rasa keringat. Asam namun asin -_- kata kakakku ini adalah minuman khas Turki, dan mereka (orang
turki) sangat menyukainya. Selera orang emang beda-beda... Ini dia penampakan sang keringat, eh Ayran -nya.
Akhirnya aku berusaha menghabiskannya dengan sekuat tenaga.
Dari situ, kamipun menjemput Yaala. Kelasnya lucu, penuh gambar para teman-teman si kutil 1. Anak kecil
tugasnya menggambar dan mewarnai doang….*menghela nafas* Lalu aku menguping wali kelasnya memberitahu kakakku bahwa akan ada belajar lapangan ke hutan kota. Wow, ruang terbuka hijau di kota. Indonesia,
anak-anaknya main ke mall, mall, mall. Tidak heran sifat konsumtif tumbuh sejak usia dini...
Kami pun pulang dengan riang gembira, menuju flat kakakku yang hangat. Sampai-sampai, Ali adikku mengajak untuk membuat pizza. Aku pun ikut membantu mengaduk adonannya dengan tangan sampai akhirnya berbentuk adonan yang semestinya, dilanjutkan kembali oleh Ali yang membentuk sang adonan primadona menjadi pizzanya. Aku juga dengan bangganya, membantu dia mengiris jamur. Ini dia penampakan sang pizza saat keluar dari oven:
Enak! Dan 25 juni 2013 berakhir dengan bahagia.
Comments
Post a Comment