Bergosip: Sedikit tentang Rapor Merah Presiden dan Mahasiswa
Selamat pagi, para Manusia!
*dipikir-pikir sambutannya aneh*
Yak, kembali lagi bersama saya! Di postingan sebelumnya mungkin suasananya lesu-lesu lelah gitu. Tapi saya kembali lagi bung! Badai memang pasti berlalu, walaupun berlalunya bukan dengan mulus. Disponsori oleh selesainya UTS 3 mata kuliah, novel, dan jalan-jalan ke Garut bersama Mama dan Ayah, Alhamdulillah pikiran kembali segar hehehehehehhee. Jadi malu udah selabil kemarin. (kata-kata yang selalu ada kalau sudah cerita setelah nangis-nangis melewati badai yang memilukan)
**
Jadi... di Minggu pagi yang indah ini... Ku mau curhat... Curhat lagi, curhat lagi. Tapi mungkin ini lebih tepat dibilang gosip sih. Gosip dan curhat, curhat dan gosip. Yah, pokoknya gitu.
Di sebulan terakhir ini, seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, beban akademik lagi mencekik banget. Kalau pulang ke rumah dari kampus Jatinangor, shalat isya, langsung tidur. Paginya, ngerjain tugas, langsung berangkat ke kampus. Sabtu-Minggu dipakai untuk ngerjain tugas. Kalau lagi di Jatinangor, kerjanya kerja kelompok atau rapat atau ngerjain PR, atau paling banter tidur. Baru sekarang, setelah santai, nyadar kalau aku sekarang buta banget sama isu-isu nasional. Di tengah-tengah kepanikan saat itu, gak disempetin nonton TV atau baca koran, atau sekadar searching di internet mengenai berita-berita terkini.
Momentumnya adalah waktu buka chat hasil share dari salah satu kerabat Persma (Pers Mahasiswa ITB, unitku), tentang kritik pedas Kak Ridwansyah Yusuf (Presiden KM 2009/2010) di twitter mengenai statisnya pergerakan mahasiswa dewasa ini.
Berikut cuplikan komentarnya di twitter @udayusuf:
"kemana ya para mahasiswa ? #kemana
dinamika ekonomi Indonesia kian terasa, harga bergejolak, subsidi tiada lagi, rupiah tak lagi gagah, partai politik di pecah belah #kemana
tapi tak tampak ada gerakan mahasiswa yang -bahkan- sekedar mengkritik atau mengingatkan pemimpin bangsa
entah apa yang terjadi, mahasiswa secara umum masuk zona nyaman yg berdampak tak peduli jeritan sekitar. melihat rakyat hanya di kota
suara mahasiswa yang sejatinya menjadi salah satu suara harapan kini lesu senyap tak terdengar. sedih. mahasiswa mengimpotensikan diri
kata orang. setiap zaman punya cerita masing-masing. mungkin memang zaman sekarang begini ceritanya. kita nikmati saja dengan secangkir teh"
Aku sendiri gak akan berbicara mengenai pergerakan mahasiswanya, karena jujur aku gak tahu apa-apa nih tentang aktivisme mahasiswa. Seharusnya mahasiswa itu kayak gimana, apa yang harus dilakukan, bagaimana cara menyuarakan pendapat, harus radikal progresif atau moderat dan bergerak sesuai status quo, aku gak tahu. Setahuku setiap orang punya caranya masing-masing untuk menyalurkan kegelisahannya. Kalau kata orang-orang praktisi "talk less do more - jangan banyak omong, ditunggu saja aksinya". Tapi, sederhananya, secara instan orang dilihat peduli kalau dia ngomong - seperti kata Kak Yusuf tadi, dilihat dari aksi, entah di jalanan atau di mana, diskusi, atau seengganya nulis. Ya, dalam satu sisi, bener juga sih. Apa lagi sekonkrit-konkritnya solusi yang bisa ditawarkan mahasiswa? Terkecuali lembaga/pergerakan mahasiswa besar seperti gerakan-gerakan pengabdian masyarakat dengan pasokan uang besar dan regulasi mapan, aku rasa dalam sebuah status mahasiswa itu adalah aksi paling simpel yang paling bisa dilakukan, tanpa melibatkan banyak sekali uang dan dasar keilmuan yang mantap.
Aku akan berbicara tentang.. "dinamika ekonomi Indonesia kian terasa, harga bergejolak, subsidi tiada lagi, rupiah tak lagi gagah, partai politik di pecah belah". Wow. Sudah begitu banyak hal yang terjadi di negara kita ini ya? Coba kita sedikit kupas satu-satu.
---
Subsidi BBM yang dicabut --- Hal ini sebenarnya sudah terjadi agak lama, dan sudah banyak diskusi yang berlangsung tentang ini. Cuma akunya gak begitu aware dan ngerti aja, sih. Jadi, sebelum Januari 2015, harga BBM jenis Premium ada di angka Rp8500,00 yang naik dua ribu rupiah dari harga sebelumnya, yakni Rp6500,00. Lalu, pada tanggal 1 Januari 2015, presiden mengumumkan pencabutan subsidi BBM jenis premium dan nilainya akan mengikuti harga minyak dunia, sehingga dengan pencabutan tersebut, harga BBM jenis premium berkisar di angka Rp7600,00. Berita terkait bisa dilihat di sini, sini, dan sini.
Hal yang menarik di sini adalah, pencabutan subsidi BBM dikarenakan melihat harga pasar yang sedang turun... Masalah apa yang terjadi nanti, ya, gimana nanti. Mungkin akan dikeluarkan kebijakan lain. Yang jelas, 19% dari APBN yang biasanya untuk subsidi BBM, kini akan dihemat dan dialokasikan ke "proker" lain selama harga pasar masih terbilang rendah. Pertanyaannya: kalau harga pasar naik? Harga BBM naik? Terus, apakah subsidi akan diadakan lagi? Hal ini sangat kontroversial. Masyarakat kecil, yang notabene kebanyakan dari mereka hampir pasti tidak mempunyai cukup informasi untuk mengetahui alasan pemerintah, tentu sekarang sedang senang. Namun, mereka yang mengerti akan bertanya-tanya: sebegitu praktisnyakah? Prediksi menyatakan bahwa harga minyak pasar akan terus melambung.... Lha kalau mengikuti terus, mau buat rakyat gantung diri? Atau misalnya akan dicanangkan kebijakan lain, misalnya subsidi akan diadakan lagi - menurutku sendiri, kebijakan pemerintah ini hanya berkutat di jangka pendek saja, tidak melihat jangka panjangnya. Ketidakjelasan pengalokasian dana APBN ke sesuatu yang fluktuatif, yang: "kalau seperti ini dana ini akan dipakai, kalau enggak, ya disimpan saja", itu sangat gegabah, mengingat program kerja presiden yang sangat kompleks seharusnya memiliki dananya yang jelas sendiri-sendiri.
Hmm tapi... Berbicara tentang harga BBM yang turun, banyak orang dari kalangan intelektual berkata harga BBM turun adalah pembunuh kesempatan bagi perkembangan inovasi ilmuwan Indonesia berkaitan dengan bahan bakar nabati. Tapi kalau BBM naik, ingat, rakyat Indonesia kalangan bawah itu berapa juta jiwa.............
Dilematis memang. Maaf Pak, saya hanyalah mahasiswi sok tahu... Baca berita saja kalau sempat.
Rupiah anjlok --- Akhir minggu kemarin beredar kenyataan bahwa nilai Rupiah semakin melemah. Nilai Rupiah terakhir adalah Rp13200,00 per USD, yang mana ini adalah nilai terendah yang dialami Rupiah sejak Agustus 1998 lalu. Ini tidak terjadi hanya di Indonesia, melainkan di negara-negara lain termasuk Uni Eropa dan Malaysia. Persentase depresiasinya memang tidak setinggi yang lain. Apakah hal ini berarti kondisi ini sebaiknya dibiarkan karena kondisi ini adalah kondisi yang wajar karena penguatan nilai USD? Aku sendiri gak ngerti sama sekali tentang kenapa nilai Rupiah sekarang bisa serendah ini. Apakah ini berkaitan dengan investor? Apakah ada kebijakan pemerintah yang bisa menanggulanginya? Berita terkait bisa dilihat di sini, sini, sini, sini, dan sini. (Sebenernya aku sendiri gak menyarankan untuk hanya baca dari satu referensi seperti yang saya lakukan di atas mengingat adanya keberpihakan media. Referensi lain bisa lebih memperkaya sudut pandang kamu-kamu.)
Hal ini tentu berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada harga komoditas. Karena harga-harga lain juga ikut naik, yaitu harga beras, harga kedelai, bahkan harga LPG. Berita terkait bisa dilihat di sini.
Indonesia negara kaya yang serba ada. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman, kalau kata si Koes Plus mah. Tapi ternyata untuk banyak orang.. Susah ya hidup di Indonesia :(
Kisruh partai politik dan KPK-Polri tak kunjung damai --- Nah, masalah ini yang paling cetek dari masalah-masalah yang terjadi sekarang. Kenapa paling cetek? Karena cuma melibatkan beberapa pihak, tapi - yang paling bikin sebel - (masalah cetek ini) berpengaruh pada kinerja para elitis, sehingga banyak fungsi pejabat malah terhambat. -_-
Untuk yang kisruh partai politik: Jadi, ceritanya ada yang aneh dari Menteri Hukum dan HAM. Partai Golkar dan Partai PPP lagi mau nentuin ketua umumnya nih. Calon ketum yang diajukan masing-masing partai ada dua. Contohnya saja pada Golkar: di musyawarah nasionalnya di Ancol, Golkar menentukan ketua umum mereka adalah Agung Laksono, sedangkan di musyawarah nasionalnya di Bali, yang terpilih adalah Aburizal Bakrie. Berarti, kan, ada dua kubu berbeda di dalam partai itu sendiri. Lalu, Menteri Hukum dan HAM kita tercinta ini, Yasonna Laoly, memutuskan bahwa ketua umum Golkar adalah Agung Laksono.
Ada yang aneh di sini? Hahaha. Gara-gara ini Bapake Laoly disebut 'begal politik', karena mengintervensi parpol, yang istilahnya mah, lagi kisruh. Keputusan beliau dianggap tidak sesuai dengan undang-undang dan sarat akan kepentingan politik. Bener juga sih, itu kan masalah internal suatu organisasi yak, tiba-tiba ada yang nyetir dari atas. Hal yang sama juga terjadi pada PPP. Berita terkait bisa dilihat di sini.
Lalu KPK-Polri: Kayaknya yang ini udah pada familiar juga. Ceritanya lagi ada pemilihan kapolri. Lalu, ada satu calon kapolri berinisial BG. Nah, KPK melihat ada yang gak beres dengan si BG ini, beliau dianggap mempunyai jejak-jejak korupsi. KPK jelas ingin mencegah presiden untuk mengangkat BG (cerita selengkapnya di sini). Lalu, yang terjadi bisa ditebak, yaitu pembalasan berupa: ketetapan dari Polri bahwa wakil KPK berinisial BW adalah tersangka dalam kasus pemberian keterangan palsu dalam sidang sengketa pilkada di suatu kota pada tahun 2010. AS juga ikut-ikutan menjadi tersangka loh. Kasus yang menjerat AS adalah pemalsuan dokumen untuk membuat paspornya sendiri, di tahun 2007. Berita terkait bisa dilihat di sini dan sini.
Kalau dilihat, ini kasus cetek banget ya. Kalaupun BW dan AS mau dijadikan tersangka, kenapa baru sekarang? Kenapa dari kasus lama? Kenapa sehabis keterangan dari KPK mengenai calon kapolri tersebut? Di sini kepemimpinan presiden bener-bener dicari sama bangsa. Kelihatannya malah presiden jadi bimbang resah gelisah gitu, kayak yang tetep mau ngangkat BG, tapi dicekal rakyat. Buat apa ya dia tetep mau ngangkat BG? Dia sendiri pernah bilang gak akan mengangkat siapapun jika ada rapor merahnya. Wong itu udah jelas kok. Dan polisi sekarang gak akan berhenti untuk mengusut BW dan AS. Aku sendiri sebagai pendukung KPK melihat seharusnya presiden bisa berbuat sesuatu untuk lembaga anti korupsi kesayangan bangsa ini. Sulit untuk melihat di mana salahnya KPK, karena kasus yang menjerat BW dan AS ini kemungkinan untuk fiktifnya besar sekali...
Kalau kata Arbi Sanit, pengamat politik dan dosen ilmu politik di FISIP UI, ini semua dikarenakan di Indonesia ini kebanyakan lembaga. Lalu lembaga-lembaga yang kebanyakan itu fungsinya ga efektif. Dan dengan semua kisruh ini, keliatan banget kalau presiden kita itu belum siap jadi presiden. Istilahnya, masih terlalu belia dan belum mampu. Dia dihadapkan pada hak keputusan prerogatif sedangkan dia gak punya 'temen' elit politik di atas, jadi hilang arah gitu. Coba liat deh pernyataan bapak ini:
Arbi Sanit di Indonesia Lawyers Club "KPK-Polri: Tepatkah Putusan Jokowi?"
Ratna Sarumpaet, aktivis anti korupsi, juga berkata kalau sekarang ini kita kayak lagi gak punya kepala negara. Terlalu banyak aktivitas politik di kancah pemerintahan sana. Katanya, kalau untuk merebut suatu posisi kekuasaan, bolehlah pakai politik. Tapi kalau udah jadi pejabat, lepas semua politik itu. Fokuslah pada apa yang diamanahkan rakyat. Bekerjalah, bukan mikirin siapa yang mau nyikut siapa. Coba liat kata-kata Ibu Ratna ini:
Ratna Sarumpaet di Indonesian Lawyers Club "Kapolri: Buah Simalakama Presiden Jokowi"
Kata-kata Pak Arbi Sanit dan Ibu Ratna Sarumpaet di atas pas banget ya sama keadaan bangsa kita sekarang :')
Lalu, di luar tiga itu, ada isu-isu lain nih.
Pernah denger keributan Ahok dan Haji Lulung? Haji Lulung adalah Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Ahok menuding anggota DPRD telah menyupal RAPBD DKI sehingga dapat dana siluman sebesar Rp 12,1 triliun, seperti yang dilansir Kompas.com . Lalu anggota DPRD DKI merasa sakit hati, dan merekapun mengajukan hak angket. (Apa itu hak angket? Dari id.wikipedia.org, Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat adalah sebuah hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.) Berita terkait bisa dilihat di sini. Gara-gara ini, media sosial jadi rame banget sama hashtag sarkas #SaveHajiLulung, bahkan jadi trending topic dunia loh -_- Padahal belum jelas juga siapa yang salah di sini.
Lalu Kartu Jakarta Sehat juga dipermasalahkan nih. Banyak orang mengeluh "Orang sehat aja musti bayar". Soalnya sudah ada BPJS, lalu untuk apa KJS? KJS ini dianggap memboroskan uang negara dan tidak efektif. Bahkan masih ada beberapa kasus rakyat yang sakit masih ditolak rumah sakit, padahal udah punya KJS.
(Btw, iklan nih: Untuk membahas semua tentang apa yang sudah dijalankan Jokowi, hari ini banget nih, ada "Mimbar bebas Rapor merah Jokowi" di CFD Bandung pukul 07.00 bersama dengan aliansi BEM SI Jabar. Lalu besok, ada Aksi Akbar mahasiswa Jabar "SP 1 untuk Jokowi" di Gedung Sate pukul 10.00 pagi.)
Perasaan kamu sendiri, gimana nih melihat Indonesia lagi kayak gini? Segini banyaknya kegelisahan, ya pantes aja @udayusuf mengomentari mahasiswa sekarang yang kayaknya adem-adem ayem aja. Kalau kata Kak Husein, seniorku, dalam tulisan yang dibuat seorang temanku Atika Almira di sini, sekarang itu jamannya click activism dan keyboard warrior. Pernah denger sebelumnya? Ya, mungkin banyak dari kita yang melakukan itu, termasuk aku sendiri. Paling banter nulis di blog, kayak begini. Mungkin tindakan seperti iklan di atas itu agak konkrit ya.
**
Sekilas aja tentang pembicaraan awal kita tadi - mahasiswa, aku juga pernah mengobrol dengan beberapa teman... Kalau ternyata pergerakan mahasiswa itu sekarang adem-adem aja karena beberapa faktor.
Faktor pertama adalah mahasiswa yang lebih banyak berasal dari golongan menengah ke atas, yang notabene tidak merasakan langsung nih apa yang diderita rakyat kecil, sehingga tidak ada urgensi bagi mereka untuk bergerak. Kalau kata-kata hitsnya mah: golongan pop. Mereka kadang tergerak karena lingkungannya tergerak. Lihat arus, begitu. Salahkah?
Lalu faktor kedua adalah beban akademik mahasiswa yang semakin mencekik. Kalau di ITB sendiri, dimulai dari angkatan 2011 (cmiiw), beban 144 SKS maksimal harus dapat diselesaikan dalam waktu 5 tahun. Karena diforsir dengan kewajiban, mahasiswa jadi terlalu capek, lelah. Kreativitas mahasiswa yang bisa muncul pada mahasiswa di keadaan santai, hilang, karena waktu santai mahasiswa dipakai untuk menyegarkan dirinya kembali untuk bersiap menghadapi beban selanjutnya.
Sumber: www.infometrik.com
Nah, kalau pada kurva tegangan-regangan di atas, mahasiswa sekarang tuh lagi di puncak, mendekati titik patah nih. Titik patah itu di mana mahasiswa udah gak mau lagi ngurusin apa-apa, pengennya seneng-seneng dan hidup bahagia. Wajar dong kalau gak muncul di pikirannya masalah-masalah sekitar. Salahkah?
Faktor ketiga, adalah teknologi. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, click activism dan keyboard warrior membuat mahasiswa merasa sudah cukup dengan apa yang dilakukannya di media sosial. Padahal, kalau dipikir-pikir, maya juga ya. Media sosial itu, walau emang pendapat kita pasti sampai ke orang banyak, tapi tidak nyata gitu. Aku juga sering sih merasa: dengan pencet tombol like tentang suatu postingan di facebook, aku sudah peduli. Inilah yang dimunculkan teknologi. Salahkah?
**
**
Beberapa hari lalu saat Ayahku mengantarku ke fotokopian di daerah Dipatiukur, Bandung, seorang tukang parkir berkata pada Ayah setelah memandu memarkirkan mobil, "Pak, sekarang di jaman Jokowi ini, jadi susah ya. Gak kaya jaman SBY dulu. Sekarang apa-apa naik, jangankan bensin, gula aja naik. Sehat aja bayar. Duuuh, gimana presiden teh."
Gimana ya Pak? Ya, sama-samalah kita mengawal keberjalanan Pak Presiden yang baru beberapa bulan ini. Semoga ada angin segar yang menyambut di masa depan.
---
Yaa, begitulah curhatanku yang panjang nian ini.
---
Yaa, begitulah curhatanku yang panjang nian ini.
Penutup nih,
Pernah ga sih kamu berpikir kenapa dilahirkan di Indonesia? Kenapa gak di negara-negara maju yang sudah kaya saja? Kenapa gak di negara-negara besar yang sudah mapan saja?
Menurutku ya, orang-orang yang dilahirkan di Indonesia ini adalah orang-orang yang dilahirkan istimewa lho. Dengan semua masalah yang dimiliki negara ini, rakyat Indonesia disuruh mikir dan dikasih kegelisahan, gimana biar ke depannya Indonesia gak kaya gini lagi.
Kalau kata hadits nabi: "Dari abu sa’id alkhudriy radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: saya pernah mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa, maka dengan lisannya, jika tidak bisa maka dengan hatinya. maka yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman” (diriwayatkan oleh Imam Muslim)
Indonesia ini gak segitu miskinnya kok, pendidikan masih tetap tersediakan, walau masih banyak rakyat yang belum tergapai pendidikan ini. Dengan adanya pendidikan, apalagi bagi yang berniat mengejarnya, serta masalah-masalah yang tersedia untuk diselesaikan di negara ini, jelas terlihat bahwa orang-orang yang dilahirkan di Indonesia ini ditakdirkan menjadi pemimpin, kan?
Lalu, setelah diskusi di grup chat bersama beberapa teman, dikasih link juga tentang kita sebagai rakyat yang juga harus banyak-banyak introspeksi diri, nih. Pernah denger ungkapan kalau "Pemimpin itu cerminan dari rakyatnya"? Dipikir-pikir, bener juga. Pemimpin kan berasal dari rakyat. Bagaimana profil rakyat, ya seperti itulah profil pemimpinnya. Coba lihat penjelasannya di sini.
Daritadi gak ditutup-tutup ya, postingannya? Hehehe. Yang ini beneran penutup nih.
Ini juga capturan sebuah do'a yang merupakan salah satu ayat Al Quran, yang mungkin bisa jadi renungan bagi kita bersama.
Semangat teman-teman! Ingat, pasti ada maksudnya kenapa kita dilahirkan di Indonesia kita tercinta ini.
~
~
Maafkan untuk semua kesoktahuan dan kesubjektifanku dalam menulis postingan ini. Ditunggu diskusi lebih lanjut! Terima kasih untuk membaca, peops!
Comments
Post a Comment