There is This Place Called "Belloni"

Halo semuanya! Goedendag!

*Lalu saya membayangkan pembaca setia blog Delia Rahma sudah pergi menyisakan tempat berjamur dan berdebu dan suara jangkrik. Krik... krik... krik...*

Maaf ya, saya sudah tinggalkan tempat ini lamaaaa sekali! Postingan terakhir tercatat 8 Mei 2017 yang mana adalah 4 tahun lalu 😂 Sebenarnya ada yang Juli 2019 tapi itu adalah curhat saya yang sedang dimabuk cinta pada suami jadi tidak dihitung ya 😂 Well here I am, sudah menikah, sudah punya satu anak perempuan umur 1,5 tahun, dan sudah pindah ke Belanda... So many things have changed! I've been telling them all on Instagram tapi memang ya Instagram tidak dapat menggantikan keindahan blogging, di mana kita bisa bercerita sebanyak apapun yang kita mau 😂

Jadi sekarang, semenjak di Belanda dan telah terbiasa dengan rutinitas ibu rumah tangga, saya memiliki cukup waktu luang. Jujur, belum ada ide untuk saya akan diapakan waktu luang tersebut, jadi sementara mari kita isi dengan blogging saja ^^

Postingan pertama sejak di Belanda ini akan saya dedikasikan untuk pengalaman saya pertama kali makan di restoran Italia. Jadi sebagai orang Indonesia baru yang tinggal di Belanda yang selalu mencoba istiqamah pada makanan halal, tidak fleksibel untuk jajan di luar. Tidak fleksibel ya, bukan tidak mudah. Tidak fleksibel karena banyak hal-hal yang mesti kita pastikan terlebih dahulu, tidak bisa sembarangan. Namun, dibilang tidak mudah juga tidak, karena cukup mudah mencari jajanan makanan halal, yang biasanya dalam bentuk makanan Arab - Turki - Maroko atau makanan Indonesia. Nah, selama saya di Belanda, yang baru 2 bulan ini, kuliner yang saya coba baru 2 menu: nasi padang dan kapsalon. 

Nasi padang, memang sengaja dibeli untuk menunaikan rasa kangen saya pada nasi padang (1 bulan tidak makan nasi padang saja sudah merupakan perkara besar bagi saya!). Namun, sayangnya nasi padang yang saya beli adalah dari warung makanan Indonesia yang penjualnya bukan orang Padang, jadi apalah yang bisa diharapkan dari makan nasi padang yang penjualnya bukan orang Padang, ya kan. Tidak bermaksud stereotipe kalau orang non Padang sudah pasti kurang bisa masak nasi padang, tapi nasi padang tentu akan lebih autentik jika dimasak oleh orang asli Padang, betul? Mana lagi, karena bahan-bahan masakan Indonesia yang lumayan mahal karena diimpor, tentu menjadikan menu satu ini cukup mahal di Belanda. Yang saya beli mencapai 17 Euro, sekitar sepertiga dari budget belanja mingguan saya. Oh iya, masakan Indonesia di Belanda juga tetap perlu dipastikan kehalalannya dan siapa yang memasak, karena cukup sering juga saya menemukan warung Indonesia dengan menu babi di dalamnya. 

Untuk kapsalon, saya cukup puas dengan pengalaman pertama saya. Untuk disclaimer, Kapsalon adalah hidangan perpaduan citarasa Turki dan Belanda. Isinya adalah daging yang telah dibumbui khas shawarma, kentang goreng, sayuran salad segar, disiram saus bawang putih (knoflooksaus), dan ditaburi keju gouda khas Belanda. Kapsalon yang kami beli adalah kapsalon dari tempat kapsalon terramai se-Eindhoven, rasanya cukup enak dan terjangkau. Satu porsi mencapai 6 Euro, dan biasanya saya makan berdua bersama suami dan itupun saya merasa cukup kenyang.

Untuk pengalaman ketiga kami jajan di luar, kami pun memilih restoran Italia ini yang  bernama Belloni.


***


Di pintunya, mereka mengatakan bahwa tempat ini disebut "Italiaanse Delicatessen". Menunya hanya berputar di roti focaccia, salad, bruschetta, appetizer lainnya, kopi, dan teh. Selain itu, mereka juga menyediakan menu vegetarian. Di Belanda, sejauh yang saya tahu, untuk para vegetarian restoran akan menyediakan keju dengan rennet nabati. Langkah pertama saya adalah memastikan kehalalan tempat ini, dan sejauh yang saya bisa saya pikir banyak menu yang aman yang bisa saya dengan suami coba bersama. Bismillahirrahmaanirrahiim....

Pertama saya masuk ke restoran ini, suasana sangat hangat, sangat pas di tengah cuaca Belanda yang mulai memasuki musim dingin. Sayangnya saya tidak memotret banyak interiornya. Waiternya adalah anak muda (mungkin umur SMA) yang sangat ramah. Begitu kami duduk, kami langsung ditanya mau minum apa.


Saya mulai menyiapkan teh Earl Grey yang saya pesan, difoto oleh suami yang memesan cappuccino. Saat menulis ini saya agak menyesal kenapa saya tidak memesan minuman yang dapat lebih disebut 'khas Italia'.

Neira 'anteng' dengan strap masker milik saya.

Setelah sibuk memilih, kami sepakat untuk memilih menu vegetarian; Focaccia Gorgonzola Dolce, Insalata Caprese, dan antipasti (appetizer) berupa Focaccia Pesto e Olio. Saat waiter mencatat pesanan kami, ia hanya mengulang bagian 'Olio'-nya saja. Namun kami saat itu mengira ia sudah mencatat pesanan kami dengan baik dan benar. Pesanan kami pun datang sekitar 10 menit setelah itu.

Focaccia Gorgonzola Dolce

Hidangan ini adalah roti focaccia dengan keju gorgonzola, dan dolce artinya manis, karena ada selai buah tin/ara di dalamnya. Di dalam rotinya juga ada sayuran salad dan kacang walnut, sehingga ada berbagai tekstur dalam sekali gigitan.

Dari website The Spruce Eats , gorgonzola adalah keju kuno dengan nama yang berasal dari kota Gorgonzola, suatu kota dekat Milan. Keju ini adalah keju yang lembut dengan range rasa dari 'buttery' dan creamy, sampai dengan rasa agak tajam dan 'nutty', tergantung berapa lama umurnya. Susu yang dipakai di keju gorgonzola tidak dipanaskan, sehingga keju ini memiliki tekstur lembab dan agak basah. 

Roti focaccia adalah roti khas Italia yang biasa dipakai di pizza. Tebal, crispy di luar, lembut di dalam, dan memiliki wangi rosemary.


Insalata Caprese

Caprese, dijelaskan oleh waiternya, adalah salad tomat, daun basil, dan keju mozzarella yang disiram olive oil dan sedikit saus pesto. Namun saya yakin, keju yang dihidangkan adalah keju Burrata, yaitu keju mozzarella dengan lapisan luar yang padat, dan di dalamnya ada keju stracciatella dan krim yang sangat lembut. Sungguh merupakan pengalaman yang baru. Roti di pinggirnya juga roti focaccia.

Buah Zaitun (Olive)

Benar saja, Focaccia Pesto e Olio yang kami pesan tidak tercatat dan terdengar 'Olive' oleh waiternya 😅 Saya berekspektasi roti focaccia dengan saus pesto dan olive oil, ternyata yang keluar buah zaitun hahaha. Jujur saya dan suami tidak suka buah zaitun, jadi saat hidangan ini datang kami tegang, "Pssst, gimana cara ngabisinnya???"

Pengalaman saya dan suami makan buah zaitun adalah di Indonesia, di bakery khas Eropa di Bandung yang menyediakan isian sandwich dengan buah zaitun warna hitam yang aromanya agak menyengat dan rasa yang agak pahit. Kami pun memaksakan diri untuk memakan buah zaitun ini. Ternyata, rasanya enak! Sangat berbeda dengan buah zaitun yang kami makan di Indonesia. Buah zaitun yang ini rasanya asin, tangy, dengan aroma yang tetap menyengat tentunya. Saat kami makan bersama roti dan keju, lebih terasa seperti minyak zaitun. Tidak ada rasa pahit sama sekali. Di akhir, kami berhasil menghabiskan dua piring buah zaitun, dan menyisakan satu piring buah zaitun yang rasanya terlalu asin menurut lidah kami.

Selain pengalaman kami dengan buah zaitun ini, pengalaman kami yang benar-benar baru juga terjadi saat kami mencoba Burrata. Keju mozzarella yang kami rasakan saat di Indonesia hanya keju mozzarella yang sudah dimasak, terutama pada pizza. Keju burrata yang ini, rasanya raw, sangat creamy, dan jika dimakan begitu saja rasanya agak membuat eneg 😅 Memang sangat tepat disajikan dengan sayuran dan roti.

Keju gorgonzola di roti focaccia adalah bagian terbaik dari seluruh pengalaman gastronomi kami hari ini. Rotinya benar-benar empuk dan wangi olive oil juga rosemary, dimakan dengan keju lembab dengan kacang walnut. Rasa olive oil dan roti focaccia di restoran ini benar-benar distinctive dan membuat saya teringat-ingat bahkan sampai sekarang saya menulis pengalaman ini.

Untuk lidah Neira yang terbiasa makan-makanan yang memiliki rasa yang kuat dan berempah (sorry not sorry jika tidak sejalan dengan prinsip para moms sekalian 😅), ia kurang senang dengan pilihan menu kami. Ia hanya memakan sepotong roti, lalu kami harus cepat pulang agar saya bisa langsung memasak nasi goreng untuknya 😆 Untung saja restoran ini hanya berjarak sekitar 50 meter dari tempat tinggal kami.





Untuk total harga, kami menghabiskan 23 Euro untuk semua pesanan kami termasuk minuman. Kami berdua sangat kenyang! Alhamdulillah. Pengalaman kami hari ini juga sangat menyenangkan karena kami mencoba berbagai makanan baru khas Italia. Jika dibandingkan dengan seporsi nasi padang 17 Euro waktu itu... yah... cukup meninggalkan penyesalan mendalam... 😂


***


Pas sekali saat saya selesai menulis ini semua, Neira menangis minta mimik (iya, dia belum disapih). Terima kasih telah membaca! Nantikan postingan saya selanjutnya ya. Ciao! 😉

Comments

  1. Kalau buah zaitun, kayanya memang rata-rata selalu disajikan asin ya Teh di Eropa,,, belum pernah nemu yang dimanisin, hehe,,, atau kurang piknik kali sayanya😋

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih sudah mampir Teh 😊😊 saya kurang berpengalaman dengan buah zaitun, ternyata enak juga disajikan asin, referensi baru dibandingkan yang dirasa di Indo 😃

      Delete
  2. Waduh baca ini tengah malam jadi lapar. Lumayan banget harga nasi padangnya. Ternyata walau nasi padang tetep harus kroscek siapa yang masak ya teh, biar terjamin halal. Btw aku suka aja sama buah zaitun ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih sudah mampir Teh 😄😄 iyaa ternyata masakan Indonesia di sini barang mahal 😄 betul Teh, iya masyaAllah untuk orang-orang yang tidak picky eater, saya yang aslinya picky eater ini agak menyesal kurang referensi banyak makanan 😅

      Delete
  3. Selamat mengisi blog kembali teh Delia, hihi sekolah atau kerja di Belanda teh? Salam kenal, saya Yuli SI08 :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Terimakasih sudah mampir Teh :D Saya ikut suami sekolah ke Belanda hihi, salam kenal juga Teh saya Bioengineering 2012 :)

      Delete
  4. Jadinya lebih enak nasi Padang atau olive Teh ? haha...sedih ya nasi padang 17 Euro.
    Aku suka focacia, enak

    Salam kenal Teh Delia, ditunggu cerita-cerita selanjutnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal Teh, terimakasih sudah mampir :D Kalau dibandingkan nasi padang di Indonesia tetep nasi padang juaranya Teh :D

      Delete
  5. Salam kenal Teh.. dari sebuah titik di Belanda juga.. aku suka beli olive yang manis di Albert Heijn, enak dicemilin. rebutan sama suami. Hhahaha.. I feel you soal nasi padang 17 Euro. itu sama kayak beli lontong sayur 12 Euro dan dikasih rendang sebesar satu ruas jari. Duh perihnya hati ini.. dua hari kemudian, aku bikin satu panci :D

    semoga makin aktif ya teh nulis blognya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga Teh ^_^ wah Teteh penyuka olive yaa, mungkin kapan-kapan akan saya coba mengingat sekarang saya sudah suka olive hihihi. Bener Teh perih banget, cuma bedanya saya belum bisa masak masakan padang jadi telen aja keperihannya :))

      Delete
  6. Semua makanan yang disebutkan asing bagiku kecuali nasi padang, tapi tetep aja deskripsinya membuatku lapar, padahal baru selesai makan hahaha...

    Mudah-mudahan blog nya nggak dilupakan lagi ya mbak, yuk sering-sering diupdate!

    ReplyDelete
  7. Ehehehe duh menyenangkan sekali membaca 'laporan' makan di Belloni-nya Mamah Delia. Diantara menu yang Delia pesan, buah zaitunnya yang membuat saya ngiler, ehehehe.

    Dari deskripsi Delia, saya juga ngiler membayangkan Kapsalon. Wuihhh, kayanya enaak ya. :)

    Waduh jauh amat ya bedanya, nasi padang 17 euro dibanding Belloni super kenyang 23 euro, ehehe, sabar ya Mamah Delia, siapa tahu nanti bisa masak rendang sendiri yang semantabbb langganan Delia di Indonesia.

    Btw, saya agak tergelitik dengan kalimat "sorry not sorry jika tidak sejalan dengan prinsip moms sekalian" ketika menceritakan makanan kesukaan Neira yang berempah. Tidak perlu minta maaf, Delia, you are a great mom.:)

    Semoga aktivitas blogging-nya makin intens ya Delia. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih banyak Teh sudah baca dan mampir :D aamiin target saya selama di Belanda bisa bikin rendang Teh hihihi, terimakasih juga supportnya Teh!! ^_____^

      Delete
  8. Neira guumuzzzz deh, pinter ya mau coba makanan baru dan tampak enak semua itu
    hi3 ... jadi laper ini menjelang lunch teh

    salam sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi salam sehat juga Teh, terimakasih sudah mampir! :D

      Delete
  9. Duh baca ini subuh2 sambil nyusuin anak langsung perut bunyi2. Hehee.. Sebagai penyuka keju saya penasaran deh sm si focaccia nya,, pengen tau seenak apa kejunya..

    Sering2 cerita soal Belanda ya, biar sy yg di Bandung terus ini jd tau ttg Belanda. Siapatau kapan2 bisa ke sana ya kan. Hehe.. Salam kenal yaa..

    ReplyDelete
  10. Duh baca tulisannya malah jadi kangen makanan Turki :))

    Aku juga nggak gitu suka buah zaitun nih karena rasanya oily. Tapi kalau di sandwich lumayan sih karena ketutupan.

    Ditunggu cerita pengalaman di sana lagi yaa...sama jangan lupa ikut tantangan bulanan MGN yaa ;)

    ReplyDelete
  11. Aku cuma pernah makan buah zaitun yang jadi isian sandwich, jadi nggak terlalu mencolok rasa dan aromanya.

    Terima kasih untuk ceritanya teeeh #langsung bersyukur ada warung padang depan komplek nasi rendah 17 ribu rupiah saja.hihihi

    ReplyDelete
  12. Kabita banget baca tulisan Teteh. Saya sempet makan di resto Italia yg memang ownernya orang Italia, enak tapi saya langsung merindukan micin 😂, tapi baca deskripsi Teteh menggiurkan bgt kayanya apalagi saya suka asinan buah zaitun.

    ReplyDelete
  13. Wow. Senang membaca pengalaman kuliner di negri orang. Semoga ada tulisan berikutnya tentang catatan jalan-jalan nya ya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts