Pertama Kali Konsultasi Anak di Belanda
Haaaai semuanya! Di sini pagi hari, jadi... Goede morgen!
Saya terpanggil lagi ke sini karena banyak support yang di-trigger postingan sebelumnya dari keluarga dan dari komunitas Mamah Gajah Ngeblog. Terharu banget dengan support sebesar itu 🥲. Suami selalu menyarankan agar ada aktivitas menyenangkan dan produktif yang dilakukan secara kontinu setiap harinya di luar tugas dan kewajiban sehari-hari. Setelah dia lihat saya ngeblog, dia kasih usul, "Kayaknya memang bagus deh meluangkan waktu untuk nulis setiap hari barang beberapa menit aja." Okay! Saya merasa akan dapat spare waktu beberapa menit untuk dibiarkan menulis tanpa terganggu bayi, yang memungkinkan saya untuk bisa meng-update terus blog ini 😁 Beberapa tahun ke belakang saya nulis di Medium. Blog ini saya alokasikan untuk tulisan yang personal dan isinya curhat 😅, sedangkan akun Medium saya alokasikan untuk menulis hal-hal yang lebih terstruktur, gak curhat kayak di sini hehehe.
Ngomong-ngomong Mamah Gajah Ngeblog, saya jadi pengen cerita sedikit tentang komunitas tersebut sebelum ke cerita saya yang sesungguhnya. Mamah Gajah Ngeblog ini adalah cabang dari ITB Motherhood (ITB MH), (sejauh yang saya tahu) yang adalah komunitas alumni ITB yang menjalani masa motherhood. Umumnya alumni ITB perempuan bisa masuk komunitas itu, dan bisa bergabung ke cabang-cabangnya sesuai kebutuhan. Saya sendiri gabung ke komunitas mamah ASI Eksklusif, mamah ITB MH Bandung Raya, mamah ITB MH ibu hamil, lalu gabung di komunitas minat Mamah Gajah Ngeblog, dan yang terbaru saya bergabung di mamah ITB MH cabang Eropa-UK. Terakhir saya bingung banget perkaca mencari preschool anak (later in this post i'll tell you). Nanya di grup ITB MH cabang Eropa-UK jawabannya langsung ada semuaaaaa! Alhamdulillah luar biasa sekali 🥲. Di komunitas Mamah Gajah Ngeblog sendiri, anggotanya di-trigger untuk nulis blog dan konsisten sebisa mungkin dengan program-programnya. Saya sudah gabung sekitar setahun tapi baru berani muncul dengan tulisan baru minggu lalu untuk diajukan ke hari blogwalking. Postingan tersebut lalu mendapatkan banyak sekali komentar dari anggota-anggotanya. Haha sebenernya itu hal kecil, hanya buat saya itu adalah support yang besar sekali! Terimakasih Teteh-teteh 🥲
Okay, cukup untuk prolognya yang kepanjangan 😉 Alasan utama saya nulis di blog ini adalah...
***
Saya ingin cerita tentang pengalaman saya konsul dengan Consultatiebureau (Consultation Agency) di Helmond, Belanda.
Disclaimer lagi, di Belanda ternyata ada beberapa lembaga untuk memantau perkembangan anak di tingkat kota: Consultatiebureau, JGZ, dan CJG (penjelasan lengkapnya di sini). Dan semuanya terkait pada GGD, Gemeentelijke Gezondheidsdiensten (English: Municipal Health Services/Indonesia: Dinas Kesehatan Kota).
Consultatiebureau (English: Consultation Agency) adalah lembaga untuk memantau kesehatan anak yang kurang dari 4 tahun. Analoginya mungkin sama dengan Posyandu di Indonesia, walaupun kalau posyandu di Indonesia itu sistemnya dari masyarakat untuk masyarakat, dikelola kelurahan/desa setempat, karena Posyandu merupakan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM).
JGZ, Jeugdgezondheidszorg (English: Youth Health Care), adalah lembaga untuk memantau kesehatan dan perilaku anak dari umur 4 tahun sampai umur 19 tahun. Saya kurang tahu apakah di Indonesia ada lembaga khusus di masyarakat/pemerintah yang bertugas khusus untuk hal ini, karena sepengalaman saya untuk tugas ini diampu oleh dokter dan guru-guru di sekolah.
CJG, Centrum voor Jeugd en Gezin (English: Center for Youth and Family), adalah lembaga yang menyediakan pelayanan dan pemanduan yang berkaitan dengan perawatan, seksualitas, sekolah dan pekerjaan, perceraian, rekreasi, serta perlaku kecanduan terhadap minuman keras dan obat-obatan. Untuk yang ini, saya kurang tahu padanan di Indonesia.
Kesan saya mengetahui berbagai lembaga ini: wow, lengkap sekali ya. Terpusat, juga mudah diakses oleh masyarakat.
Awal cerita, saya menerima surat dari RIVM, Rijksinstituut voor Volksgezondheid en Milieu (English: The National Institutree for Public Health and the Environment), yang isinya berupa pengumuman bahwa mereka memiliki program vaksinasi gratis untuk anak-anak, dan permintaan agar saya mengsirimkan semua catatan rekam imunisasi Neira selama di Indonesia via email. Untungnya saya dan suami sudah mempersiapkan itu semua dari Indonesia. Setelah itu, datang surat balasan berisi list vaksinasi yang Neira perlu ambil. Alhamdulillah sampai umur 4 tahun nanti, Neira hanya perlu divaksin satu kali lagi.
Saya pun berinisiatif untuk membuat janji dengan GGD Helmond untuk vaksinasi Neira. Ternyata mereka bilang mereka akan ke rumah untuk mengambil beberapa data.
Tibalah waktu janji tersebut. Seorang petugas Consultatiebureau bernama Clarissa masuk ke rumah. Selama di rumah, ia terlihat mengamati interaksi kami, bertanya mengenai kondisi kami, kesehatan Neira, riwayat penyakitku dan Suami, dll. Seperti diinterogasi, tapi untunglah Clarissa ramah juga lembut pada Neira yang beberapa kali menghampiri Clarissa dan laptopnya dengan rasa penasaran yang tinggi.
Seperti petugas posyandu, Clarissa memberikan kami kartu vaksinasi yang sudah dilengkapi dengan tanggal vaksinasi Neira dan beberapa brosur. Ia juga mengatakan bahwa jika ingin mengukur berat badan, tinggi badan, serta lingkar kepala, kami bisa mampir kapanpun ke kantor mereka agar Neira bisa dibantu diukur. Selain itu, ia mengatakan beberapa hal mengenai pendidikan Neira:
1. Pada umur 2,5 tahun Neira sebaiknya dimasukkan ke peuterspeelzaal (Indonesia: ruang bermain balita, seperti PAUD) karena ada kewajiban masuk sekolah basisschool (Indonesia: sekolah dasar) di umur 4 tahun. Wow, Neira sebentar lagi masuk sekolah! Frekuensi masuk peuterspeelzaal yang dia anjurkan adalah minimal 2 kali seminggu, dan 2 kali seminggu itu akan digratiskan oleh pemerintah. Hal itu disebabkan karena Neira perlu pembiasaan dengan bahasa Belanda, karena di basisschool nanti Neira diharapkan sudah bisa bahasa Belanda. Guru-guru di basisschool sudah tidak akan fokus lagi terhadap perkembangan bahasa anak. Saya berpikir keras setelah itu, ini juga PR besar untuk saya.
2. Untuk pembiasaan bahasa Belanda dari sekarang juga, Neira dianjurkan dibacakan buku bahasa Belanda. Untuk mendukung itu, Clarissa memberikan kami kupon gratis membuat member perpustakaan untuk Neira, juga gratis 2 buku dan gratis 1 koper buku. Saya senang sekali, sekaligus amazed. Semua hal tentang pendidikan anak ini sudah tersistem dan terancang dengan sangat rapi!
Setelah itu, Clarissa bertanya mengenai apa masalah tumbuh kembang Neira yang ingin saya tanyakan sebelum ia pulang. Saya jelaskan pada dia bahwa dokter anak Neira di Indonesia menganggap Neira terlalu kurus, dan memang berat badannya di bawah garis hijau WHO. Lalu saya jelaskan juga bahwa dokter anak tersebut memberi saran pada kami untuk pergi ke dokter gizi, dan konsultasi kami pada dokter gizi menghasilkan menu dan jadwal makan Neira yang mengharuskan ia sarapan dengan makanan berunsur tepung dan gula seperti roti selai atau jajanan pasar, makan berat dengan komposisi karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin-mineral, diikuti makanan penutup. Makanan penutup dari makan berat pertama boleh berupa cokelat, biskuit, dll, dengan makanan penutup dari makan berat kedua dan ketiga berupa buah. Saya lalu bertanya pada Clarissa, bagaimana pendapatnya?
Clarissa menjawab santai, "Well, basically, we don't give extra sugar to kids here. If I have to suggest, maybe you can substitute the jam in the breakfast with real fruits, or things like that for the other menu. But really, it's just an advice from me, because you're her mom. You know what works for her and what doesn't. If you think her growth better after you give her chocolate, then you can give her chocolate."
"And in my sight, there is nothing wrong with Neira. She's active, and that what's important. For her weight, I think she's going her line. You... You're not big either. She's active and healthy overall, there's nothing to worry about. You did well."
Huhuhu, terharu. Caranya memberi pendapat sangat thoughtful: memberikan info yang seharusnya, tanpa mengecilkan aku sebagai ibunya.
You know, I've had my hard times going to pediatrician selama di Bandung. Dokter saya yang pertama memberikan keterangan bahwa ASI saya mungkin kurang sehingga Neira tumbuh tidak seperti yang seharusnya, sehingga ia menyarankan saya untuk menggunakan susu formula dan selalu memastikan saya melakukan apa yang ia sarankan. Egois, mungkin, tapi saya selalu yakin dan berpikir bahwa ASI saya pasti cukup. Saya pun waktu itu memutuskan untuk ganti dokter karena saya ingin second opinion. Dokter kedua yang saya datangi direkomendasikan oleh sahabat yang sepemikiran dengan saya, dan memang pengalaman saya lebih baik. Lalu ia memberikan nomor WhatsApp-nya agar saya tidak selalu harus ke dokter jika saya memiliki masalah-masalah kecil. Namun, beberapa kali saya menghubunginya via WA, ia sering memberikan kesan bahwa ia lelah bekerja, dan dengan sedikit emosi menyuruh saya untuk memberikan data-data lengkap lewat WhatsApp setiap saya ingin berkonsultasi via WhatsApp. Sehingga saya selalu berpikir bahwa, berhubungan dengan dokter selalu melelahkan dan menguras emosi. Mungkin tidak semua dokter anak seperti itu, namun jika membaca banyak Instagram dokter yang sedang membalas pertanyaan-pertanyaan audiensnya, saya semakin yakin jika banyak sekali emosi yang terpampang nyata, terlihat di setiap kata-kata para dokter tersebut. Karenanya, saya selalu tetapkan mindset dulu, kalau mau mampir ke halaman seorang dokter, ambil ilmunya saja, selebihnya jangan diambil. Hehe, buka Instagram aja kok repot. Tapi sekali lagi, tidak semua dokter anak di Bandung dan di Indonesia seperti itu.
Saya berpikir ulang dengan banyaknya pendekatan dokter yang seperti itu. Apakah tidak bisa seorang dokter netral saja memberikan opini ketika ia memang membuka layanan di mana dia bisa memberikan opini pada pasien? Atau emang selera yang disukai masyarakat Indonesia adalah dokter yang judgemental dan emosional?
Saya jujur lebih memilih dokter yang memberikan informasi saja, sejelas-jelasnya, tapi tanpa judgement, karena toh mereka tidak mengetahui apa yang kita lalui sehari-hari.
Satu jam berlalu, dan Clarissa mengatakan bahwa ia telah mendapatkan yang ia butuhkan, memberikan jadwal vaksinasi Neira, dan memberikan kartu namanya jika ada hal-hal yang ingin saya tanyakan mengenai Consultatie bureau. Dia juga mengatakan bahwa saya dapat datang ke kantornya kapanpun jika saya butuh mengukur parameter pertumbuhan Neira kapanpun saya mau.
Mungkin anda para pembaca sekalian berpikir, 'Ah, kebetulan ini yang nulis dapat petugas yang baik.' Fair enough. Namun, hal yang bisa menjadi bukti lain adalah - beberapa kali dilayani petugas di sini, kesan yang didapat selalu sama: netral, tidak bertele-tele, dan langsung ke poin yang mereka ingin lakukan/sampaikan, jauh dari perilaku judgemental, sangat profesional, dan menganggap klien setara. Saya pun kadang memastikan kepada teman-teman Indonesia saya di sini, jawaban mereka memang orang Belanda seperti itu. Mereka terkenal direct (kadang terlalu direct, saya sendiri belum pernah mengalami pengalaman buruk dengan directness-nya), cuek, egalitarian. Kultur ini mungkin agak berbeda di Indonesia di mana orang-orangnya lebih menampakkan preferensi, emosi, sehingga terlihat banyak penghakiman yang terlibat di sana.
Sekalian curhat - tepat sebelum berangkat ke Belanda saya mengunjungi seorang dokter kandungan senior yang terkenal di Bandung untuk pasang KB tipe IUD. Saat mengobservasi posisi IUD, beliau berkata dengan santai, "Ini (suatu organ tubuh)-nya cukup besar ini. Ibu berat sebelum hamil berapa? Loh, harusnya ketika menyusui kan balik lagi beratnya ke berat sebelum hamil, gimana sih Ibu ini." 😅 Saya sedikit tersinggung, namun saya hanya senyum-senyum saja. Harapan saya, ketika diperiksa oleh seorang profesional, dengan maksud yang sama saya pikir seharusnya kalimatnya bisa lebih netral, seperti, "Saya permisi untuk melihat ini, maaf jika agak lama karena (suatu organ tubuh) Ibu agak besar." Cukup sampai di situ saja saya sudah mengerti, kok 😅
***
Sekian pengalaman saya, semoga ada satu dua hal yang bermanfaat untuk yang sudah membaca. Tot ziens, doei!
Comments
Post a Comment