Fanatisme Seorang Fangirl
Hey guys!
Tumben-tumbenan nih nyempetin nulis. Sekarang aku nulis di sini on occassion sih. Kalo gak ada occassionnya mana ada
nyempetin waktu di sini. Hahaha. Gak deng. Bener deng. Boong deng. Jujur deng.
---
Jadi... Beberapa waktu kemarin..........................
AKU NONTON SHEILA ON 7! UNTUK PERTAMA KALI!
It's the pic and no hoax
Aksi panggung Duta. Sayang ih yang lain ga kefoto karena dapetnya posisi paling pinggir :|
Mungkin aku belum pernah menguraikan seberapa besar cintaku pada Sheila On 7.
Aku dengerin Sheila On 7 dari kelas 1 SD. Serius, dari kelas
1 SD, lho. Inget banget, waktu tahun 2000 itu, aku udah hafal lagu Sahabat
Sejati, yang ada di dalam album yang covernya merah ada bunder-bunder kuningnya
itu. Waktu itu jadi soundtrack sinetron gitu, lupa apa namanya. Dan di ulang
tahunku yang ke-7, kedua kakakku (waktu itu masih ada dua) ngasih album Sheila
On 7 versi kaset pita, yang kalau mau mainin harus di tape atau di walkman.
Terus waktu kelas 2 atau kelas 3 SD, aku hafal Seberapa Pantas dan Pejantan
Tangguh. Waktu itu keduanya jadi soundtrack sinetron juga, yang satu yang main
Steve Emmanuel dan teman-temannya (yang tiruannya meteor garden itu), dan yang
satu lagi yang main Elma Theana, perannya tomboy-tomboy gitu.
Dulu tuh aku menganggap Duta, Erros, Adam, Sakti, dan Anton
sebagai dewa-dewa. Lalu anggapan aku bergeser: jadi calon suami. Dari dulu, aku
selalu membayangkan, kayaknya yang jadi suami aku nanti adalah salah satu dari
lelaki-lelaki kurus yang mahir berpuisi dan tampak bijak itu. Lalu aku
menyesalkan kenapa Anton beda agama denganku (no offense, maafkan pikiran bodoh
ini ya...). Dan keinginan terbesar aku, memang, adalah menonton mereka manggung
langsung. Live.
Untuk urusan yang satu ini, aku bener-bener gak peduli orang
mau bilang apa. Mau dibilang alay, fanatik, kuno, dan sebagainya sebagainya,
gak peduli. Waktu aku mulai merasakan yang namanya bazar-bazar sekolah, aku
selalu memperhatikan band yang mereka undang. Dan selalu tidak ada yang namanya
Sheila On 7 disitu. Aku selalu heran, tidak adakah orang yang mau mengundang
mereka? Mereka adalah dewa-dewa pujangga yang diciptakan Tuhan untuk ingat akan
kehidupan, untuk selalu menjadikan keluarga dan sahabat sebagai harta karun,
untuk mencintai dengan anggun, untuk melepaskan dengan wajar, untuk... yah
gitulah. Baru SMA tahun terakhir, Sheila On 7 mulai muncul di panggung-panggung
bazar sekolah dan universitas.
Dari sini, mungkin bisa terlihat, bahwa aku adalah orang
yang konvensional. Kalau udah suka, ya ituuu aja terus. Orang lain mungkin
sudah lama berganti ke penyanyi lain dan mengeksplor genrenya mereka
masing-masing. Dari penyanyi-penyanyi yang mereka anggap lagi mainstream, hits,
dan populer, sampai yang pindah ke aliran kiri, underground, atau
antimainstream (bahkan yang antimainstream sekarang udah jadi mainstream). Aku
juga suka penyanyi-penyanyi lain, tapi tidak seperti rasa cintaku pada Sheila
On 7, di mana saat lagunya dimainkan, aku merasa aku yang paling tahu liriknya,
aku sebagai wanita yang disanjung, aku yang sakit melepaskan, dll. Aku...
sesuka itu pada mereka.
Berkali-kali aku diajak temanku menonton konser Sheila on 7.
Tapi entah bagaimana, ada saja halangannya. Ga dibolehin mama, telat beli
tiket, ga cocok ama jadwal kuliah, mau ujian, daan seterusnya. Sempat satu
kesempatan aku dan temanku tidak jadi menonton mereka karena temanku itu punya
jadwal lain, dan ternyata saat ia mengantarku ke rumah, kebetulan melewati
venue tempat Sheila on 7 manggung. Terdengar suara Duta, lalu kami diam sejenak
mendengarkan mereka main...
Lalu datanglah kesempatan kemarin!
Kemarin, aku seakan mengabaikan semua artis yang bernyanyi
di panggung, dan bersabar sesabar-sabarnya menunggu Sheila On 7 muncul ke
panggung. Untunglah MC-nya gak begitu banyak bacot juga, dan datanglah mereka.
Adam jauh lebih gendut dari video-video klip yang aku tonton
di rumah, Erros lebih keren, dan Duta – Duta tetaplah Duta: apa adanya, bebas,
dan tengil. Aku tidak peduli dengan orang-orang disekitarku. Aku minta izin
pada teman-temanku untuk maju ke depan, lalu mengambil video akan setiap
penampilan mereka, melompat-lompat maceuh, dan bernyanyi keras (baca:
teriak-teriak). Lalu saat aku sadar, orang-orang di sekitarku menjaga jarak
dariku. Mungkin kaki mereka ada yang diinjak atau mereka tak tahan dengan
suaraku yang sumbang, dan sempat kulihat perempuan di depanku menutup kedua
telinganya. Kasihan. Setelah merasa bersalah beberapa detik, aku kembali
bernyanyi (baca: teriak-teriak) mengikuti musik.
Sempat terdengar olehku komentar-komentar seperti, “Duta
ganteng bangeeet,” atau “Duh otewe jadi istri kedua Duta deh.” Perasaan-seperti-pada-waktu-SD
itu padaku telah hilang ternyata. Instead of that, aku membatin: “That’s not
the point dong bro. It’s all about what they’re bring: the music! Dengerin
musiknyaa,” lalu aku berpikir lagi gimana mereka mau dengerin, orang ketutupan
sama suara teriakan aku. HEHEHE.
Penonton sebelahku mendapatkan pik gitarnya Erros by the
way, yang dilempar Erros sesudah ia show up permainan gitar Seberapa Pantas-nya
di dekat kami menonton. Gapapa kok, nonton dan ngeliat aja udah cukup. Bahkan
aku ga percaya aku ada di tingkat fanatisme level ini. Karena aku selalu
mengejek reality show di mana orang-orang menangis saat bertemu idolanya.
Sementara aku hampir menangis kemarin. Pardon me peops :’)
Maaf nih btw, karena gak attach video hasil mereka konsernya
di sini. Karena setiap aku berusaha videoin mereka, aku gak bisa nahan kakiku
untuk lompat-lompat mengikuti permainan mereka. Jadi aja videonya ancur semua.
Hahaha... Overall, the guitar, the bass, the drum, and the vocals, they
satisfied me so much. Dan senang sekali rasanya, sungguh!
Ekspresi bahagia tak tertahankan
Sheila On 7 akan selalu abadi, dan hebat (kata favorit Erros
di lagu-lagunya), di hatiku.
Kesini bareng temen-temen yang ngerti banget kesukaan aku deh :3
---
So... that’s a wrap! Terima kasih untuk membaca ungkapan fanatisme tingkat dewa yang gak jelas tapi menyenangkan ini, hehehe.
Goodnight!
Comments
Post a Comment