Hikayat Pilihan
Tulisan ini hanya hasil olah pikiran perempuan yang baru saja pergi ke salon.
Siang tadi, hujan-hujan, dengan air mengalir dari daratan yang lebih tinggi mengenai kakiku melarutkan tinja kuda di aspal yang sebelumnya panas terkena terik, aku pergi ke salon. Tak ada niat khusus, aku hanya agak benci dengan mahkota kepalaku yang mulai tidak karuan, yang untungnya selalu terbalut jilbab, sekaligus mencari tangan-tangan terampil ibu-ibu ceria yang siap memijat. Perkuliahan menyisakan bahu yang pegal dan pikiran yang butuh dilahirkan kembali. Salon adalah salah satu solusi untuk perempuan sepertiku, tentunya khusus wanita.
Setelah mendaftar dan mendapat tempat, aku bertegur sapa dengan seorang wanita paruh baya (ibu-ibu) kesukaanku setiap kali ke tempat ini. Ia mengomentar mahkota kepalaku dengan kejamnya dan mengatakan bahwa pilihanku untuk akhirnya ke tempatnya sungguh tepat.
Aku duduk santai dan membiarkan ibu-ibu ceria memainkan rambutku. Kurogoh majalah-majalah di laci meja rias di depanku. Majalah wanita, majalah panduan tata rias, majalah fesyen, dan... Majalah Tempo. Menarik, pikirku. Tak berpikir panjang, aku membuka dari halaman paling belakang.
Catatan Pinggir seorang Goenawan Mohammad. Kulihat sampul depannya: Tahun 2004. Aku lupa bagaimana kalimat judul tajuk utamanya, yang kuingat majalah itu membahas mengenai kematian Munir.
Judul catatan pinggirnya kali ini adalah: "Yakin". Beliau berangkat dari fenomena Presiden Bush yang selalu berdoa saat memutuskan, tentang Gedung Putih yang sebelumnya tidak pernah sebegitu religiusnya dan tiba-tiba Bush datang sebagai orang nomor satu yang berkuasa dan mengambil setiap keputusannya dengan mengajak seluruh orang di gedung itu untuk berdoa.
Memutuskan, secara unik, sesuai dengan kata asalnya, pada keadaan ini. Memutuskan yang berasal dari kata "putus", kata yang traumatik. Memutuskan (di antara pilihan-pilihan) berarti mengikuti interpretasi pikiran sendiri terhadap fakta-fakta, mengerucutkan keadaan kompleks dengan berbagai kemungkinan yang ada dengan mengambil satu sisi. Satu sisi dari berbagai sisi. Goenawan Mohammad mengatakan bahwa di sini, manusia "gila". Mengapa gila? Karena dengan memutuskan manusia terjun dalam lobang hitam besar penuh kemungkinan dan bahaya. Lobang hitam besar yang hakikatnya pasti: ketidakpastian. Untuk tetap berjalan ke depan, manusia mendefinisikan bahaya yang mengikuti dalam memutuskan sebagai kata yang disebut "resiko". Manusia membiarkan dirinya menetapkan masa depan, seolah-olah ia yang menentukan waktu. Menarik benang merah dalam ketidakpastian.
Aku kembali dengan opiniku, toh beliau (Goenawan Mohammad) tidak mengarahkan pikiran pembacanya ke mana-mana. Ia hanya mendefinisikan dan mengatakan Bush di situ berdoa seolah-olah mengajak Tuhan berkasihan dan setuju dengan keputusannya. Gedung Putih tetap tidak religius dan mereka tetap dalam bahaya.
Aku tahu, bahkan Tuhan (Allah SWT) yang menciptakan segala ketidakpastian itu, dan dunia penuh bahaya ini. Dan, dalam satu sisi, mungkin aku setuju bagaimana Goenawan Mohammad mengatakan Bush yang fanatik berpikir dalam interpretasinya sendiri yang dibentuk oleh pahamnya, memutuskan dengan arah yang serupa. Mengajak Tuhannya setuju dengannya, karena ia adalah bagian dari kebenaran.
Pendapatku sendiri, menarik benang dari ketidakpastian adalah cara untuk tetap hidup. Kita memang hidup dalam ketidakpastian, namun jika terhanyut berarti kita tak punya akal. Akal adalah cara manusia hidup. "Aku berpikir maka aku ada" - Cogito ergo sum, sahut Descartes. Akal digunakan unuk memilih. Karenanya, Profesor Goswami melanjutkan: Opto ergo sum - "Aku memilih, maka aku ada". Reuben, tokoh Supernova, karya Dewi Dee Lestari, memilih ergo sum yang kedua untuk menjaga tokoh virtualnya tetap hidup. Manusia mungkin memang gila karena memutuskan, dan mengambil salah satu bahaya dari bahaya-bahaya yang lain. Namun, jika tidak pun, dia akan tetap dalam bahaya. Mengambang bukan berarti aman, bahkan bahaya lebih banyak menanti. Karena itulah, menurutku, pilihan merupakan cara untuk hidup.
Contoh sempurna dalam memilih, adalah Thariq bin Ziyad saat berjuang untuk memenangkan Tanah Andalusia. Di depan pasukannya adalah musuh, di belakang mereka adalah lautan dengan kapal-kapal menunggu mereka dengan cantik. Thariq membakar kapalnya agar mereka semua tidak memilih mundur, dan mengatakan,"lebih baik mati berjuang menjadi syuhada daripada mati konyol tenggelam." Ini juga merangkum fungsi doa dalam memilih. Karena doa bukanlah alat untuk mengajak Tuhan setuju dengan kita atau bahkan mengasihani, tapi doa adalah penguatan dalam ketidakpastian yang diciptakan Tuhan. Tuhan yang Maha Mengetahui dan Maha Mengatur, dalam doa kita terjun dalam kepasrahan setelah memilih berdasarkan interpretasi kita yang kecil seperti debu dan semu seperti abu-abu.
Maka aku akan selalu kagum dengan orang-orang yang memilih. Memilih di antara pilihan-pilihan adalah keberanian tidak terkira, mengambil benang dalam ketidakpastian yang bahkan dengan benang tersebut ketidakpastian masih ada. Toh dengan tidak memilih lubang hitam tempat kita berada lebih besar. Kita gila karena memilih, namun dengan memilih kita hidup. Biarkan Tuhan Tahu bahwa dengan memilih kita berusaha. Lalu yakin, karena dengan yakin kita kuat. Karena itu orang bilang bahwa proses lebih penting daripada hasil. Karena hasil selalu tidak pasti, dan yang menjadikan manusia hidup adalah proses.
Aku pulang dari salon tidak hanya dengan rambut yang sedikit kaya akan vitamin, namun juga pikiran sedikit kaya dengan teka-teki. Hidup memang menarik.
Comments
Post a Comment