Austria (9)

DAY 21

Masih ada tiga tujuanku yang terrealisasikan: Istana Belvedere, Museum Quartier, dan old-fashioned carriage (yang ada di foto Hofburg sebelumnya) di Hofburg. Namun semuanya protes terhadap ideku. Hari ini semestinya digunakan untuk berbelanja benda-benda yang diperlukan yang belum terbeli sebelumnya. Dapat ditebak? Ya, Mariahilferstrasse, again and again...


Toko apa saja yang aku datangi? None of you will have desire to know. Besides, I was just being porter to my sister and Mama's purchases, with Ali of course :P 

---

DAY 22

Hari ini... hari Jumat. Ya, semua orang juga tahu 12 Juli 2013 adalah hari Jumat. Namun bukan itu maksudku, hari ini adalah hari Jumat kami yang keempat. Tiga minggu sudah kami di sini.

Seperti biasa, untuk menunggu pada lelaki Jumatan, kami (berusaha) berkegiatan. Namun kali ini karena kakakku mempunyai keperluan tersendiri, kami berjalan mengikuti kakakku.

Awalnya kami tidak tahu ke mana tujuan dari perjalanan ini, karena kakakku memang merahasiakannya. Ternyata, ia berhenti di sebuah toko dengan plang bertuliskan "Sederhana" di depannya. Sederhana? 

"Selamat siang," Wah, supermarket Indonesia. Pramuniaga yang menyapa tadi langsung tersenyum, "Orang Indonesia juga, toh, hahaha," katanya. Kakakku yang memang telah mengenalnya pun menyapanya balik. Hahaha, di sini seperti melihat oase. Ada Indom*e… Ada biskuit Reg*l… Ada Buav*ta… Muahahahaha. Kami pun dengan riang gembira menjajah tempat itu. Dalam sekejap, keranjang belanjaan kami penuh, kayak orang gak pernah makan. ._.

Setelah itu, kami sepakat bertemu dengan para lelaki di stasiun pusat. Setelah semua berkumpul, karena mereka bosan pada tempat-tempat yang kami telah datangi sebelumnya, aku pun merengek meminta pergi ke tujuan yang belum pernah kesampaian sebelumnya, Belvedere. Kami pun benar-benar ke Belvedere, dengan catatan aku yang menunjukkan jalan. Hahahahhahahahahahha, aku tertawa miris, ini pasti akan menjadi perjalanan yang tidak mudah karena aku masih payah sekali menggunakan GPS di handphoneku di jalan raya, apalagi dengan perempatan yang sangat banyak.

Aku pun mempelajari peta dan memilih stasiun terdekat untuk mencapai Bevedere. Sampai di stasiun yang dimaksud, dan aku baru menyadari bahwa stasiun tersebut terletaak di taman kota dan di sekelilingnya ada empat simpang lima. Karena sekarang tanggung jawab ada padaku, aku tidak berani sok tahu dan mengingkari GPS, akhirnya aku mengikuti setiap kata-katanya, dan keluargaku mengikutiku. 

Kami berjalan kaki. Beberapa tram lewat dan aku sempat tergoda untuk menaiki tram-tram tersebut, tapi karena tidak tahu jalur tramnya, dan untuk mencarinya butuh waktu lama, akupun tidak mau mengambil resiko. Kami semua berjalan kaki memutari taman, melewati beberapa simpang lima dan empat, dan ternyata jalannya jauh sekali….. Bertemu air mancur, Ayahku kelelahan dan ia berkata akan menunggu saja di situ, karena kami memang akan balik lagi ke taman itu. Aku mulai panik karena merasa bersalah, namun saat kukatakan aku saja sendiri yang mencarinya, tidak ada yang membolehkanku. 

Air mancur yang dimaksud



Selama kami di air mancur tersebut, si mighty GPS berkata bahwa kami telah sampai, tinggal mencari gerbangnya. Kami pun berusaha mengira-ngira. Namun, sejauh mata memandang, ke arah manapun kami mencari, gerbang masuk istana Belvedere dan tempat yang diyakini sebagai istana pun, tidak terlihat (atau memang tidak ada?). 

Aku akhirnya mengambil keputusan untuk mengambil salah satu jalan untuk mencari gerbangnya, dan menawarkan diri untuk pergi sendiri... Tetap tidak boleh. Mereka semua pun ikut (tanpa ayah). Sepanjang jalan tersebut, tembok-tembok berbentuk benteng berdiri tegap menutupi apa yang ada di dalamnya. Setelah berjalan cukup jauh, kami baru menyadari bahwa benteng itu benteng belakang istana, dan tidak ada pintu masuknya. Mamaku pun mengamuk. Aku masih ingin berusaha, dan akhirnya mereka kembali ke tempat Ayah. 

Salah satu bagian dari benteng belakang istana

Dari air mancur tersebut, aku mengambil salah satu jalan yang lainnya untuk mencari gerbang, dan kakakku bersama Para Kutil ikut untuk menemani. Setelah sudah berjalan cukup jauh juga, akhirnya terlihatlah tanda-tanda adanya turis. Gerbang depan Istana Belvedere ditemukan... :')

Masuk ke dalamnya, kami sangat tidak menyesal karena dapat melihat istana dan tamannya yang sangat indah!

Taman istana, dari luar

Bukan, bukan gedung istana, belum

 Jalan di dalam taman istana

Taman istana

 Nah, ini baru gedung istananya. Schloss Belvedere

Overview

Pemandangan dari atas


Setelah puas berfoto-foto ria, kami kembali ke air mancur dengan riang gembira dan banyak cerita. Secara dramatis, air mancur tersebut menyambut dengan pelanginya. ;;)


Aku pun bersama Para Kutil berlarian berputar-putar di sekitar air mancur. Serius, hahaha. F with people. Beberapa orang melihat kami dan tertawa, bahkan beberapa bocah-bocah lain ikut bermain di sekitar air mancur. Kayak di film-film gitu. Yang penting (aku dan) Para Kutil senang.
Hahahaha, menyenangkan sekali, walaupun hari itu diamuk sama Mama...Yah, maafkan daku, Mam, Yah, sudah bikin gempor….

 
Foto terakhir, pemandangan dari air mancur.

Kami pun melanjutkan perjalanan. Ternyata, jalan tersebut dekat dengan jalan Karntnerstrasse yang kemarin kami datangi. Eh, sampai sana, bukannya pulang, sesuai dengan tujuan kami ke jalan itu, malah asyik windowshopping dan belanja. Katanya gempor.... Dasar emak-emak.

---

DAY 23

Hari ini diajak ke Mariahilferstrasse lagi… Ah, ini sih, 'laper apa doyan'?

Tralala trilili, Mamaku beli oleh-oleh sana sini, kami pun pulang. 

Salah satu stasiun tempat pemberhentian kami hari ini

Malamnya, aku diajak ikut 'buka bareng' di Kedutaan Besar Republik Indonesia, KBRI. Awalnya Ali, Mama, Ayah, dan aku sudah malas ikut, tapi karena kakakku menjanjikan adiknya akan ikut, akhirnya aku disuruh ikut. Hahaha, alasan. Aku ikut saja karena penasaran KBRI di Wina seperti apa.

Ternyata, ke KBRI harus jalan kaki, karena dengan bus bisa 3 kali naik. Jalan, jalan, dan jalan, tidak terasa kami telah menempuh satu setengah kilometer. Tumitku dua-duanya sudah terasa nyeri. 

Sampai di KBRI Wina, kaget juga. Gedungnya seperti rumah, dan besar dan bagus sekali. Ada bendera Indonesia dikibarkan, dan ada juga taman mawar kecil. 
 


Kami mendengarkan khotbah, dan ikut makan saat adzan berbunyi. Hari itu aku belum berpuasa, dan tetap ikut makan di situ, hahaha, menghabiskan jatah orang berpuasa saja. Makanannya makanan Indonesia. Selain bapak-bapak dan ibu-ibu, ada juga mahasiswa Indonesia dan anak sekolah. 

 

Acara berakhir pukul 10-an. Kami pun pulang, berjalan kaki lagi… Satu setengah kilometer lagi...

---

DAY 24

Awalnya, aku ingin ke Hofburg untuk terakhir kali, sendirian, sekaligus ke Museum Quartier yang belum sama sekali tersentuh. Namun ternyata, tidak diizinkan. Akhirnya aku menghabiskan hari di dapur lagi. Mamaku memaksaku untuk membantunya membuatkan kolak candil, dengan keberjalanannya yang lalu dibantuk oleh Para Kutil. Alhasil, bentuk candilnya beda-beda... Lalu dilanjut dengan membuat banana cake yang dibantu kakakku, dan diberi tahu teknik-tekniknya, sehingga menjadi banana cake yang super lembut! Thanks to my sister, semoga di Bandung bisa dibuat ulang lagi...

Setelah itu, sore-sore kami ke taman deh. Kali ini adalah taman di satu tempat bernama Potleinzdorf, di jurusan paling akhir tram yang biasanya aku ambil. Tamannya luas dan baguuuuuuus sekali. Di situ juga ada playground-playground yang dipisahkan sesuai kelompok umurnya: bayi, balita, anak-anak dan semua umur, sehingga aku juga bisa bermain. Akhirnya aku, Ali, dan kakakku menemani Para Kutil bermain, dan akupun bermain. Lalu kami membuat berbagai video binal, hahaha...
Potleinzdorfpark


 Kutil 3 senang bermain! Tapi dia gak mau bermain di daerah bayi atau balita, maunya di daerah anak-anak. Sok besar -,-
---

DAY 25

Yak, tibalah saatnya kami pulang! Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Aku, Mama, Ali, dan Ayah, berpisah dengan kakakku, Bang Deni, dan Para Kutil. Yaala dan Jilan yang sudah mengerti, marah saat kami pulang dan itu membuat kami menangis menjelang perpisahan.

 Keadaan suatu wilayah di Indonesia dari atas pesawat, tidak tahu apa tepatnya.

Aku, Bandara Soekarno Hatta.

Padahal, siapa yang tahu. Beberapa tahun lalu kami di Australia dengan mereka, dan berpisah dengan tangisan yang sama. Berpikir, "berapa tahun lagi kami dapat bersama mereka? Rasanya pasti sangat akan sangat lama. Pasti akan rindu sekali." Tapi, here we are, kembali bersama mereka, bahkan di tempat yang berbeda, Austria. Mungkin sekarang kami berpisah, namun rahasia Tuhan yang akan membawa kami berkumpul lagi, entah kapan dan di mana. Tentu saja, aku menantinya ;)

***

Terima kasih untuk kesediaannya membaca tulisan 9 episode, hahahha. Panjang banget ya? Gakpapalah. Mudah-mudahan ada yang bermanfaat, mungkin bisa jadi referensi para turis Indonesia di Wina juga (gaya banget, ada yang baca aja belum tentu). Kitab kami, Lonely Planet's Vienna Tourist Guide saat dianjurkan untuk dibeli jika akan berwisata di Wina :)

Sampai ketemu lagi di catatan selanjutnya ya~

Comments

  1. asik banget dah ke Austria... disana ngobrolnya pake ngomong apa del? gw ngikutin ni yg episode ke austria dari taun jebot. Moga2 gw bisa kesana (numpang buroq)... hehehe

    ReplyDelete
  2. Hahaha suatu hari nanti harus kesana banget ri. Karena gw gabisa bahasa jerman jd ya pake bahasa inggris tp kl dia ga ngerti juga pake bahasa tarzan -__- hakhakhak amiiin ri gw doain!

    ReplyDelete
  3. aaaaaaa ngiri banget delia rahma!!!!! aku emang seneng sama arsitektur klasik ala eropa pengen megang langsung bangunannya

    ReplyDelete
  4. hehehhehe di sana emang arsitekturnya khas dan klasik semua, ala eropa. ayo edward cantona nyusul!!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts